Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) digoyang gempa, Kamis (31/12/2021). Kejadian lindu berlangsung sekitar pukul 10.00 Wita.

Data BMKG Kendari menyebutkan, kekuatan gempa tektonik mengguncang Pulau Wawonii itu mencapai 3,9 Skala Richter.

Masih dari data BMKG, lokasi gempa berada pada 3,70 Lintang Selatan, 123,11 bujur Timur atau 38,5 km Timur Laut Wawonii Barat Kab Konawe Kepulauan dengan kedalaman 102 km.

“Mohon info jika merasakan gempa tersebut. Terima kasih,” tulis BMKG Kendari dalam kanal resminya.

 

Sumber: Lajur.co

Tokoh masyarakat Wawonii

Tokoh masyarakat Wawonii meminta untuk diberikan penjelasan kepada masyarakat terkait isi dari Memorandum of Understanding (MoU) yang diteken oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP) dan Pemerintah Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) pada Kamis, (30/9/2021) lalu.

MoU itu tentang rencana kegiatan usaha PT GKP di Konawe Kepulauan ini yang ditandatangani enam pihak yakni Pemkab Konkep diwakili oleh Bupati Konawe Kepulauan Amrullah, Ketua DPRD Konkep Ishak, Wakil Ketua I DPRD Imanudin, dan Wakil Ketua II DPRD Irwan. Sementara PT GKP diwakili oleh Hendra Surya selaku Komisaris Utama dan Meris Wiryadi selaku Direktur Utama.

Ketua Lembaga Adat Sara Wawoni, Abdul Salam menyatakan masyarakat belum diberikan penjelasan secara terang mengenai isi dari MOU tersebut. Sehingga diharapkan pemerintah

dan pihak perusahaan secepatnya bisa melakukan sosialisasi dengan mempertemukan tokoh masyarakat terkait utamanya penduduk lingkar tambang.

Ketua Lembaga Adat Sara Wawonii, Abdul Salam menyatakan masyarakat belum diberikan penjelasan secara terang mengenai isi dari MOU tersebut. Sehingga diharapkan pemerintah

dan pihak perusahaan secepatnya bisa melakukan sosialisasi dengan mempertemukan tokoh masyarakat terkait utamanya penduduk lingkar tambang.

“Ini dilakukan guna menghindari hal-hal yang bisa berdampak pada terganggunya stabilitas keamanan di Pulau Wawonii,” ujar Abdul Salam Ketua Lembaga Adat Sara Wawonii, Sabtu

(9/10/2021).

Kemudian, masyarakat juga mempertanyakan perihal tujuan sebenarnya dari beroperasinya PT. GKP di Wawonii. “Apakah hanya menambang atau sekaligus membangun smelter

serta ditunjukkan dokumen pendukung agar tidak terjadi polemik di masyarakat” imbuhnya.

Lanjut Abdul Salam, dalam perencanaan operasional investasi perusahaan tersebut kedepannya diharap melibatkan tokoh agar masyarakat atau tokoh adat Wawonii. Hal itu guna menunjang kepentingan dan kesejahteraan masyarakat serta kearifan lokal yang berlaku di daerahnya.

Tambahnya, masyarakat juga diminta agar tidak terpengaruh isu-isu liar dari luar yang bisa memecah bekerukunan.

“Kami minta kepada semua pihak untuk menahan diri, tidak terprovokasi” ujar Abdul salam.

Pada intinya masyarakat tidak menolak keberadaan tambang di Wawonii atau Konkep.

“Kami ini bukan harga mati untuk menolak pertambangan di Wawonii menguntungkan sepanjang masyarakat Pulau Wawonii,” tutup Ayatullah.

.

Sumber: BumiSultra.com

Mangrove Sultra

Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Sampara Kendari menyebutkan luas tanaman dan pengembangan mangrove di Sultra sekitar 94.020,40 hektare (ha) yang tersebar di 16 kabupaten kota di Sultra.

Kepala BPDASHL Sampara, Muhammad Aziz Ahsoni di Kendari, Kamis, menyebutkan dari luas tanaman dan potensi mangrove di Sultra itu terdiri atas potensi habitat mangrove seluas 27.787,74 hektare dan eksisting mangrove seluas 66.232,66v hektare.

“Jadi Potensi habitat mangrove yang luasnya lebih dari 27 ribu hektare itu meliputi area terabrasi seluas 0,74 ha, lahan terbuka 1.116,12 ha, mangrove terabrasi 283,69 ha, tambak seluas 26.093,06 ha dan tanah timbul seluas 294,14 ha. Sementara eksisting mangrove dari 66 ribu lebih meliputi mangrove jarang seluas 3.902,78 ha, mangrove lebat 40.811,13 ha dan mangrove sedang seluas 21.518,74 ha,” ujarnya.

Azis Ashori yang didampingi Kasi Program DASHL Abd,Jalil dan Kasi RHL Carles mengatakan selama 2019 hingga 2021 atau tiga tahun terakhir Badan DASHL Sampara melaksanakan penanaman mangrove di Kabupaten Buton Utara seluas 75 hektare. tahun 2020 seluas 67 hektare di Pulau Wawonii Konawe Kepulauan dan Muna serta sebagian di kawasan konservasi.

“Dalam mendukung penanaman mangrove yang berkelanjutan saat ini BPDASHL telah memiliki bibit persemaian sebanyak 20.000 mangrove dengan ukuran bibit mulai 75 centimeter hingga 1 meter yang pengembangannya di kawasan Kampung Bakau Kota Kendari,” ujarnya.

Ia menambahkan pada 2020 program yang banyak dilakukan adalah melibatkan masyarakat dalam program Padat Karya Penanaman Mangrove (PKPM) yang tersebar di belasan kabupaten di Sultra.

“Program padat karya penanaman mangrove itu tidak lain bertujuan mendukung program pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN) pada masa pandemi COVID-19,” ujara Aziz Ahsoni.

Pada Program Rehabiliutas Hutan Lindung Mangrove di Sultra, ada masa pemeliharaan tahun pertama hingga tahun ketiga, termasuk rehabilitasi hutan lindung magrove melalui Program Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) selama 2021, yakni di Kabupaten Muna seluas 42 ha, Taman Nasional Rawaopa Watumohai 100 ha, Taman Nasional Wakatobi 100 ha, dan BKSDA Sultra seluas 8 hektare.

Sumber: antarasultra