pendataan ragam jenis tumbuhan

Kondisi biodiversitas dan ekologi di Pulau Wawonii dengan keanekaragaman flora dan fauna saat ini tergolong baik. Seluruh sektor dinilai benar-benar berkomitmen untuk saling menjaga dan bertanggung jawab atas Pulau Wawonii, tak terkecuali peran dari sektor swasta, Kamis (11/1/24).

Penilaian ini disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Hj Husna Faad, MP, peneliti biodiversitas dan Guru Besar Jurusan Kehutanan di Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara.

Menurutnya, bersama dengan pemerintah dan masyarakat, sektor swasta menjadi salah satu sektor yang tidak bisa dipandang sebelah mata karena perannya sebagai perpanjangan tangan pemerintah. “Sektor ini terus menjalankan perannya untuk melakukan “patroli” biodiversitas di Pulau Wawonii. Peran ini tidak terbatas pada aktivitas monitoring secara berkala saja, tetapi juga menjadi perpanjangan tangan pemerintah untuk memberikan edukasi ke masyarakat dan bahkan solusi atas permasalahan biodiversitas yang ada di Pulau Wawonii,” jelasnya.

Prof. Husna juga menerangkan, kehadiran sektor swasta ini sebenarnya menciptakan simbiosis mutualisme dengan keberadaan aturan dan perundang-undangan yang mengatur ketat penjagaan area hutan. Dengan diberikan izin aktivitas penambangan, secara tidak langsung memberikan kewajiban pada sektor swasta agar turut bertanggung jawab untuk menjaga lingkungan sekitar, beserta biodiversitas di dalamnya.

Seluruh penilaian obyektif ini merujuk pada hasil temuan Survei Pemantauan Wilayah Ekologi yang dilakukan atas kerja sama sejumlah peneliti dan PT Erdas Dwi Konsultan pada September 2023, khususnya, di enam lokasi di bagian Tenggara Pulau Wawonii. Dilaporkan ada sekitar 51 jenis kopepoda, 45 jenis kupu-kupu, 37 jenis ikan sungai air tawar dan payau, 35 jenis reptil dan amfibi, 70 jenis avifauna (burung), serta 29 jenis mamalia yang terpantau selama survei.

Berdasarkan hasil analisis vegetasi, kondisi hutan di bagian Tenggara Pulau Wawonii dalam kondisi baik dengan tutupan vegetasi di atas 90 persen. Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Kemerataan, dan Indeks Kekayaan Jenis termasuk dalam kategori tinggi. Tumbuhan bawah dan epifit juga ditemukan melimpah. “Dengan kondisi hutan yang terjaga itu, tak heran bila Pulau Wawonii masih memiliki kekayaan jenis yang tinggi, baik pada taksa burung, mamalia, amfibi, maupun reptil,” tutur Prof. Husna.

Dirinya juga menerangkan, jika pada aspek kualitas ekologi perairan darat dan laut pun, khususnya di perairan Roko-Roko, di Pulau Wawonii dinilai juga masih terjaga. Serta, indeks keanekaragaman jenis biota perairan, mulai dari plankton, makrobentos, hingga meiobentos, termasuk dalam kategori sedang.

Oleh karena itu, melihat hasil observasi dan survei pemantauan tersebut, Profesor yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Mikoriza Indonesia (AMI) ini menekankan agar peran aktif seluruh sektor dibutuhkan untuk tetap mengedepankan prinsip ramah lingkungan dalam memanfaatkan potensi alam sekitar. Dirinya juga berharap agar temuan pada Survei Pemantauan Wilayah Ekologi ini dapat menjadi acuan bersama seluruh stakeholder. “Sebab, biodiversitas di Pulau Wawonii nyata adanya dan dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. Namun demikian, tanggung jawab bersama untuk mengelolanya secara benar adalah mutlak tanpa tapi,” pungkasnya.

Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah variasi dan variabilitas kehidupan di Bumi. Keanekaragaman hayati biasanya merupakan ukuran variasi pada tingkat genetik, spesies, dan ekosistem.

Penulisan artikel di atas merujuk pada berita di media online Kompas.com pada tanggal 10 Januari 2024 dengan judul “Mengenal Biodiversitas di Wawonii, Pulau Kecil Kaya Potensi”.

Sumber: Sorot Sultra

Seekor ikan Duyung atau halicora dugong ditemukan warga Desa Bahaba, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Tenggara (16/11/2020). Ikan duyung dengan kondisi luka di beberapa tubuhnya itu semula sudah dibawa warga ke tengah laut namun kembali menepi ke pantai.

“Warga sini sudah membantu ikan duyung itu dengan membawanya ke tengah laut, tapi balik lagi,” kata Syawaludin, warga Bahaba, Konawe, Selasa (17/11/2020).

Khawatir terjadi sesuatu, kata dia, warga kemudian menghubungi petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam ,(BKSDA) Sultra. mengatakan, ikan duyung tersebut.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Sultra La Ode Kaida mengatakan, pada Minggu (15/11) tim rescue (penyelamat) Balai KSDA Sultra mendapatkan laporan dari masyarakat tentang adanya satwa liar yang dilindungi jenis dugong di desa itu.

“Setelah mendapat laporan, maka pada Senin (16/11) pukul 01.30 Wita dini hari tim berangkat menuju Desa Bahaba. Tim rescue berangkat dari Desa Ampera Kecamatan Kolono Timur, Kabupaten Konawe Selatan, menggunakan Kapal Balai KSDA Sultra,” kata La Ode Kaida.

Dia mengatakan, proses evakuasi ikan duyung berjenis kelamin betina panjang 130 cm dengan berat bobot kurang lebih 50 kg tersebut, sempat terjadi diskusi alot antar warga dan petugas rescue BKSDA, karena keinginan warga setempat untuk tetap memelihara dugong tersebut agar tetap berada di desa mereka.

Namun, lanjut dia, setelah diberi pengertian tentang aturan perundang- undangan yang berlaku, serta risiko keselamatan satwa dugong yang sangat rentan apabila tidak dievakuasi segera, maka warga setempat diwakili tokoh masyarakat sepakat menyerahkan satwa dugong secara sukarela kepada tim BKSDA Sultra.

“Penyerahan satwa dituangkan dalam berita acara penyerahan satwa yang disaksikan oleh warga setempat. Dan dijelaskan pula tupoksi dan kewenangan Balai KSDA Sultra tentang pengawasan dan penertiban satwa liar,” katanya.

Dia mengatakan, tim Balai KSDA Sultra mengevakuasi satwa dugong menuju tempat perawatan sementara dengan meminjam karamba masyarakat di Desa Ampera, Kecamatan Kolono Timur Kabupaten, Konawe Selatan.

“Kondisi saat dievakuasi pada satwa terdapat luka dan sayatan dan beberapa garis bekas luka. Pada bagian punggung luka serius terdapat pada sirip ekor dan bagian perut,” kata Kaida.

Sumber: iNewsid