pengawasan kelengkapan izin administrasi pengapalan PT GKP

PT Gema Kreasi Perdana (GKP) menegaskan tidak ada permasalahan terkait legalitas dan perizinan pada proses pengiriman komoditas nikel.

Hal ini menjadi dasar bagi PT GKP untuk terus meningkatkan intensitas produksi dan memaksimalkan pengapalan pengangkutan hasil produksi bijih nikel dari Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara.

Dalam keterangan persnya, Superintendent Shipping PT GKP, Fero Pamone menyampaikan, potensi pertumbuhan volume pengapalan diharapkan dapat terus meningkat dan memenuhi target hingga akhir tahun.

“Seluruh kelengkapan administrasi dan perizinan, baik terkait operasi pertambangan dan juga proses shipping PT GKP telah sesuai. Tentu hal ini mendasari kami untuk terus memaksimalkan pengangkutan hasil produksi,” jelasnya.

Perizinan yang telah dikantongi ini, lanjutnya, mencakup dari persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), izin lengkap Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL), hingga izin terkait Penetapan Lokasi, Pembangunan, dan Pengoperasian Terminal Khusus (Tersus). Seluruh perizinan ini pun resmi dikeluarkan oleh Pemerintah.

Di samping itu, Fero menjelaskan, bahwa mulai dari proses pemindahan bijih nikel, pengangkutan, hingga pelepasan kapal menuju lokasi pengolahan, timnya memastikan semua standarisasi keselamatan kerja dan lingkungan tetap terpenuhi.

Dirinya juga menyatakan, komitmen PT GKP dalam mengoptimalkan pengapalan bijih nikel ini juga adalah bentuk dukungan penuh perusahaan terhadap kebijakan hilirisasi mineral Pemerintah Indonesia. Tentu di samping kontribusi perusahaan melalui pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang rutin dibayarkan PT GKP setiap tahunnya.

“Kita harus mendukung kelancaran (kebijakan) hilirisasi ini. Salah satunya adalah memastikan kelancaran distribusi bijih nikel ke proyek-proyek smelter pengolahan nikel,” tegasnya.

Sementara itu, Petugas Kesyahbandaran Kab. Konkep, A. Rahman H. yang tengah melakukan pengawasan rutin ke jetty PT GKP, juga turut membenarkan status legalitas dari aktivitas pengapalan bijih nikel yang dilakukan oleh perusahaan. Dirinya menegaskan bahwa tidak pernah ada isu mengenai kelengkapan izin administrasi pengapalan PT GKP.

“Disini seluruh legalitas sudah clear. Dalam artian, PT GKP telah memperoleh izin penetapan lokasi, pembangunan, dan pengoperasian dari Kementerian Perhubungan, yang telah kembali diperpanjang per Desember 2023 kemarin. Selain itu, perusahaan ini juga telah memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) Laut oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan,” tegas Rahman.

Ia turut menjelaskan, pihak Syahbandar turut memonitor ketat perihal kesiapan teknis dan administrasi menjelang keberangkatan kapal tongkang PT GKP. Sehingga, dapat dipastikan tidak akan ada isu atau pelanggaran yang berpotensi merugikan banyak pihak.

“Setiap berangkat kapal, PT GKP telah rutin melengkapi mulai urusan kewajiban pajak, urusan dokumen, hingga aspek keselamatan,” jelasnya.

“Tidak mungkin kami (Syahbandar) berada disini untuk mengawasi sebuah operasi yang ilegal. Jadi, bisa dipastikan seluruh kapal yang keluar dari PT GKP ini berstatus sah dan legal,” tuturnya di akhir wawancara langsung.

Sumber: Potret Sultra
Pulau Wawonii

Kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil di Indonesia dinyatakan telah dikendalikan dan dijalankan dengan sangat baik oleh sistem pemerintahan. Maka, selama tidak ada peringatan hingga penghentian kegiatan, maka suatu perusahaan pertambangan tersebut tidak dapat dikatakan telah melakukan tindakan berbahaya, atau yang dimaksud dengan “abnormally dangerous activity” sebagaimana yang disebutkan dalam amar putusan MA.

 Hal ini disampaikan langsung oleh Ahli Teknik Pertambangan dan Perlindungan Lingkungan, Witoro Soelarno yang hadir dalam sidang lanjutan Perkara Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang melibatkan perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Konawe Kepulauan, PT Gema Kreasi Perdana (GKP) sebagai pemohon. Sidang ini digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu lalu (18/10/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.

Witoro Soelarno menjelaskan khusus untuk pertambangan, apabila kebijakan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K) “diartikan” melarang adanya kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil, maka akan berdampak negatif terhadap pemanfaatan sumber daya pertambangan dan energi yang ada di pulau-pulau kecil.

“Khusus untuk pertambangan, apabila kebijakan pada undang undang ini ‘diartikan’ melarang adanya kegiatan pertambangan di pulau pulau kecil, maka akan berdampak negatif terhadap pemanfaatan karunia Tuhan yang berupa sumber daya pertambangan dan energi, yang ada di pulau-pulau kecil. Khususnya nikel yang akan menjadi tulang punggung menuju Indonesia Maju tahun 2045,” kata Witoro

Data cadangan dan sumberdaya nikel masih terbatas diketahui pada beberapa provinsi saja. Diyakini masih sangat besar potensi yang ada dan sebagian besar ada di pulau-pulau kecil di Indonesia bagian Tengah dan Indonesia bagian Timur,” jelas Witoro di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Ketua MK, Anwar Usman.

Witoro yang dihadirkan sebagai ahli oleh PT GKP menjelaskan, bahwa pertambangan berpotensi besar menghadirkan masalah, baik masalah lingkungan maupun sosial. Untuk itu, diperlukan implementasi ketegasan dan keketatan kebijakan pemerintah terhadap pertambangan, sejak jaman kolonial Belanda hingga kini. Adapun tujuannya agar pertambangan bisa tetap dapat berjalan dan berkontribusi terhadap pembangunan.

“Dengan demikian, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf (k) UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, masih memberikan kesempatan kepada kegiatan pertambangan, selama semua ketentuan perundangan yang ditujukan untuk melindungi kelestarian fungsi lingkungan di pulau-pulau kecil tetap dapat dilakukan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” tandasnya.

Sementara itu, I Nyoman Nurjaya yang merupakan Ahli Pemohon lainnya dalam persidangan menjelaskan norma yang terkandung dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU PWP3K tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 sepanjang dimaknai tidak sebagai larangan mutlak dan definitif, tetapi sebagai norma perbolehan (toestemming) untuk kegiatan selain kepentingan yang diprioritaskan, khususnya untuk pertambangan mineral dengan syarat yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya tidak menimbulkan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.

Kandungan norma dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 281 ayat (2) UUD 1945 sepanjang dimaknai sebagai larangan mutlak, definitif dan tanpa syarat.

Nurjaya juga menyampaikan norma yang terkandung dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU PWP3K tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 281 ayat (2) UUD 1945 yang definitif, tetapi sebagai norma izin (toestemming), bagi pertambangan mineral dengan syarat apabila sepanjang dimaknai tidak sebagai larangan mutlak dan untuk kegiatan selain kepentingan yang diprioritaskan, khususnya teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya tidak menimbulkan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.

Sebelumnya, Pemohon merupakan suatu badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah yang tergolong Pulau Kecil, terdapat keterkaitan sebab akibat (causaal verband) dengan berlakunya Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU 1/2014. Pasal UU a quo ditafsirkan oleh Mahkamah Agung sebagai larangan tanpa syarat untuk melakukan kegiatan penambangan mineral di wilayah yang tergolong Pulau Kecil, padahal Pemohon telah memiliki Izin yang sah dan diterbitkan oleh instansi yang berwenang untuk melakukan penambangan nikel di wilayah tersebut. Bahkan Izin Usaha Pertambangan milik Pemohon telah mengalami beberapa kali perubahan dari Izin semula berupa Kuasa Pertambangan Nomor 26 Tahun 2007 yang terbit sebelum berlakunya UU 27/2007.

Sehingga, menurut Pemohon, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf ka UU 1/2014 bila ditafsirkan sebagai larangan terhadap kegiatan pertambangan secara mutlak tanpa syarat, maka seluruh tata ruang terhadap Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang diatur oleh Peraturan Daerah akan bertentangan dengan UU PWP3K dan harus dilakukan perubahan. Akibatnya, seluruh perusahaan yang berusaha dibidang pertambangan di wilayah-wilayah tersebut harus dihentikan pula. Tentu hal ini akan merugikan banyak perusahaan tambang, dan sama halnya dengan Pemohon, mereka telah pula melaksanakan kewajiban pembayaran kepada negara.

Sumber: Teropong Sultra
Jenderal Lapangan PMMW, Andiman, mengapresiasi surat rekomendasi yang diterbitkan DPRD Provinsi Sultra

Menindaklanjuti tuntutan ribuan warga masyarakat Wawonii yang melakukan unjuk rasa terkait investasi pertambangan di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan pada Selasa, 31/10/23. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra mengeluarkan Rekomendasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kepada Pemkab Konawe Kepulauan (Konkep), Kamis, 2 November 2023.

Ketua Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi mengatakan, rekomendasi RDTR tersebut merupakan buah dari hasil dialog antara Komisi III dengan massa yang mendatangi Kantor DPRD Sultra pada Selasa (31/10).

“Masyarakat Wawonii menghendaki agar investasi pertambangan tetap ada di Wawonii termasuk kegiatan operasional PT GKP diaktifkan kembali. Karena apa, selama ini perusahaan telah memberi banyak manfaat positif dan menyokong perekonomian masyarakat. Olehnya itu, kami membuat rekomendasi RDTR,” ujar dia.

Dalam surat rekomendasi nomor 100.2.2.1/479, disebutkan bahwa menindaklanjuti petitum yang diajukan oleh Perhimpunan Mahasiswa, Masyarakat Wawonii (PMMW) yang mendesak Pemprov Sultra untuk tetap memasukan ruang pertambangan di Kabupaten Konkep di dalam RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara.

“Surat rekomendasi yang ditandatangani oleh Ketua DPRD Sultra, Abdurrahman Saleh (ASR), DPRD Sultra merekomendasikan kepada Pemkab Konkep untuk memasukan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Konkep sebagai daerah pertambangan untuk menjadi bahan pertimbangan dan kajian dalam pembahasan revisi RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara,” ujar Suwandi Andi menambahkan.

Jenderal Lapangan PMMW, Andiman, mengapresiasi surat rekomendasi yang diterbitkan DPRD Provinsi Sultra. Menurut dia, DPRD Sultra telah memenuhi janji yang telah disepakati bersama melalui dialog terbuka antara massa dan Ketua Komisi III DPRD Sultra.

“Surat rekomendasi ini akan kami teruskan dan sampaikan kepada Pemkab Konawe Kepulauan,” ujar Andiman optimis.

Sumber: Sorot Sultra
Pimpinan Daerah GMNI Sulawesi Tenggara

Lahirnya putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor : 57 P/HUM/2022 yang mengabulkan permohonan Judicial Review (JR) Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Wilayah Konawe Kepulauan No. 2 tahun 2022 (Perda RTRW), belakangan ini sedang ramai diperbincangkan oleh masyarakat Sulawesi Tenggara. Bahkan ada beberapa kalangan yang sudah merespon putusan ini dengan pernyataan di media online, aksi demonstrasi dan lain sebagainya, yang mayoritas meminta agar pemerintah segera mencabut IUP Operasi Produksi (OP) yang ada di Pulau Wawonii.

Menanggapi hal itu, Dewan Pimpinan Daerah GMNI Sulawesi Tenggara melalui Ketua Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, Bung Lukman Syarifuddin menyampaikan bahwa kita semua menghormati dan menghargai Putusan MA, akan tetapi kita juga harus jernih memaknai bahwa putusan tersebut tidak serta merta menghentikan aktivitas perusahaan pertambangan yang sedang berjalan di Pulau Wawonii.

Karena penghentian kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii dapat dilakukan apabila IUP OP nya telah dicabut oleh instansi yang berwenang, kita semua tentu menunggu langkah apa yang akan diambil oleh Pemprov Sultra dan Pemkab Konawe Kepulauan pasca putusan tersebut.

“Oleh karena itu kami menghimbau kepada semua pihak untuk menahan diri agar tidak terprovokasi dengan video-video penolakan tambang di Pulau Wawonii yang beredar di media sosial, karena jangan sampai isu tersebut sengaja diframing oleh pihak tertentu untuk kepentingan pribadi mereka, yang pada akhirnya mengorbankan banyak pihak.”


“Terutama kepada seluruh mahasiswa yang ada di Sulawesi Tenggara, kita sebagai insan akademis yang selalu mendahulukan kajian terhadap sebuah isu sebelum melakukan gerakan. tentu untuk mendapatkan informasi yang valid dan objektif, kita harus menggali dari kedua belah pihak. Agar keberpihakan kita betul-betul untuk kepentingan masyarakat.”

Terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) No.67/G/LH/2022/PTUN. KDI yang pada pokoknya membatalkan Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) No.949/DPMPTSP/XII/2019 tentang persetujuan perubahan IUP OP PT GKP, Bung Lukman menyampaikan bahwa kita sebagai negara hukum harus menghargai proses hukum yang sedang berjalan, kita percayakan kepada pengadilan untuk memutus. Sebab masih ada upaya hukum banding dan kasasi lagi.

Sumber: Suara Kendari
Marlion

Kehadiran perusahaan tambang di Pulau Wawonii, tidak menyalahi ketentuan peraturan pemerintah. Justru kehadiran perusahaan tambang di Pulau Kelapa itu, akan memberikan multiplier effect, baik dari sisi penyerapan tenaga, pendapatan daerah serta pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat di daerah lingkar tambang dan Wawonii secara umum.

Menurut Marlion, S.H.,CMLC, secara hukum, kehadiran tambang di Kabupaten Konawe Kepulauan tidak menyalahi peraturan yang berlaku.

Pria yang sudah mendapatkan Sertifikasi Konsultan dan Pengacara Pertambangan ini mengungkapkan, dalam keputusan Menteri ESDM nomor 104 tahun 2022, menyebutkan bahwa Pulau Wawonii, termasuk dalam wilayah yang dapat dilakukan kegiatan pertambangan.

Lebih lanjut dia menyebutkan, selain Keputusan Menteri ESDM tersebut, ada juga Peraturan Daerah Sulawesi Tenggara yang dengan tegas menyebutkan, setiap kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara, boleh dilakukan kegiatan pertambangan.

Bahkan lanjut, dia, dalam UU No. 27 tahun 2007 juga termaktub bahwa apabila kegiatan pertambangan tidak menimbulkan dampak negatif, berupa kerusakan dan pencemaran atau merugikan masyarakat, maka kegiatan pertambangan dapat dilakukan.

“Jadi, dari sisi regulasi dan peraturan, kegiatan pertambangan di pulau Wawonii, dibolehkan. Masyarakat Wawonii secara umum sangat bersyukur atas kehadiran perusahaan tambang di sini. Ada manfaat berlipat yang dirasakan masyarakat dengan kehadiran perusahaan tambang di pulau ini. Banyak tenaga kerja terserap, pertumbuhan ekonomi masyarakat pun akan bergeliat,” demikian jelas Marlion.

Sementara itu terkait putusan Mahkamah Agung (MA), menurut dia tidak serta merta kegiatan pertambangan di Wawonii, ditutup. Dalam amar putusan MA, tidak menyebutkan bahwa kegiatan pertambangan harus dihentikan atau ditutup.

MA Minta Revisi RTRW, Bukan Tutup Tambang

Terlebih lagi, Perda RTRW tersebut sudah sinkron dan harmonis dengan Perda RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara dan Tata Ruang Nasional. hal tersebut dibuktikan dengan dikeluarkannya persetujuan substansi dari Kementerian ATR/BPN.

“Izin pertambangan, hanya bisa dihentikan oleh Kementerian ESDM, sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2020 pasal 119 bahwa izin pertambangan dapat dicabut oleh Menteri apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut pemegang IUP tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, pemegang IUP melakukan tindak pidana, dan pemegang IUP dinyatakan pailit. Kondisi inilah yang menjadi alasan dasar penghentian operasional tambang, dan unsur-unsur ini tidak terjadi di Wawonii,” jelas dia lagi.

Banyak Warga Kerja di PT GKP

Ribuan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan tambang, akan kehilangan pekerjaan, sehingga menimbulkan pengangguran baru. Daerah juga akan terkena dampaknya dengan kehilangan pendapatan, karena investasi yang sudah mulai berjalan tidak terjaga dan dipertahankan. akibatnya, pembangunan berbagai sektor yang diharapkan, tidak berjalan.

“Bagi teman-teman atau kelompok tertentu yang mendesak penghentian tambang karena putusan MA, coba dibaca dan dipahami substansi dari putusan MA tersebut. Putusan MA itu, sama sekali tidak menyebutkan penghentian operasional tambang. tidak ada itu. Sebagai masyarakat Wawonii, kami justru mengkhawatirkan dampak sosial yang timbul akibat pernyataan-pernyataan yang tidak berdasar itu, justru membuat kondisi di Wawonii tidak kondusif. Padahal, selama ini, semuanya berjalan dengan baik, kondusif dan harmonis,” demikian terang dia.

Marlion yang tinggal di daerah yang berdekatan dengan tambang dan terus memantau kegiatan pertambangan, memberi apresiasi atas kontribusi perusahaan melalui berbagai program Corporate Social Responsibility (CSR). Program-program tersebut, sudah berjalan, dengan sasaran utama masyarakat lingkar tambang juga masyarakat Wawonii secara umum.

Dukung Pembangunan Daerah PT GKP Salurkan CSR

Perusahaan terlibat dalam program CSR melalui berbagai program pembangunan Tower BTS, yang digunakan tidak saja oleh perusahaan dan karyawan, tetapi juga oleh masyarakat umum.

Kemudian melakukan kegiatan perbaikan jalan di jalur Gunung Jati yang selalu rusak setiap musim hujan. pembangunan jembatan, baik di Roko-Roko dan juga Mosolo dan Waturai. Perbaikan rumah Ibadah, sekolah juga melakukan pembersihan sumber air bersih yang dipakai masyarakat.

Ada juga kursus komputer gratis, pembagian sembako Ramadhan dan bantuan hewan kurban untuk desa-desa di lingkar tambang. Program pemberdayaan ekonomi juga sudah dijalankan.

Melibatkan masyarakat lingkar tambang, mengoptimalkan potensi lokal, mete dan kelapa, dengan mengolah jambu mete dalam berbagai varian rasa dan juga membuat keripik kelapa. Pertumbuhan ekonomi juga terus bergeliat di Wawonii, khususnya di daerah sekitar tambang. Warung-warung makan mulai hadir, rumah kos-kosan sudah banyak dibangun dan penuh terisi. Ada perbedaan yang sangat besar dirasakan, sebelum kehadiran perusahaan dan setelah perusahaan hadir.

“Jadi Sudah banyak kontribusi yang diberikan perusahaan untuk masyarakat baik di lingkar tambang atau Wawonii secara keseluruhan,” pungkas dia.

Sumber: Kendari Ekspres
Karyawan GKP

WAWONII- Kegiatan usaha pertambangan PT Gema Kreasi Perdana (GKP) telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Perusahaan ini siap berproduksi dan berkontribusi aktif pada tahun 2023 ini, mengingat PT GKP merupakan perusahaan yang taat hukum. Tidak ada satupun ketentuan perundangan yang mengatur kegiatan usaha pertambangan yang dilanggar.

“Keberadaan PT GKP di Pulau Wawonii itu sah dan legal. Semua ketentuan perundangan dipenuhi dan dipatuhi. Tidak hanya patuh pada sisi teknis pertambangan yang diatur oleh Kementerian ESDM (kementerian teknis), tetapi juga pada sisi lain seperti pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan, sosial, serta patuh pada peraturan daerah. Semuanya dipenuhi dan dijalankan sesuai ketentuan,” demikian disampaikan Legal Officer, Marlion, S.H.CMLC

Lebih lanjut ia mengatakan, PT GKP merupakan pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUPOP), berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Tenggara.

Pria kelahiran Roko-Roko (Kab. Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara), yang telah mendapatkan sertifikasi konsultan dan pengacara pertambangan itu menjelaskan, kegiatan pertambangan PT GKP juga sudah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW), baik nasional, provinsi maupun kabupaten. Di tingkat nasional, sudah ada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Tentang Wilayah Pertambangan Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam lampiran beleid itu menegaskan bahwa Pulau Wawonii (Kab. Konawe Kepulauan), termasuk dalam wilayah pertambangan.

Pun demikian dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2014 – 2034. Dalam lampirannya disebutkan hanya wilayah Wakatobi yang tidak diperkenankan untuk kegiatan usaha pertambangan. Di luar wilayah tersebut, kegiatan usaha pertambangan dapat dilakukan.

Selain regulasi di atas, Ia juga mengungkapkan, izin kegiatan usaha PT GKP juga diberikan Pemerintah Daerah Konawe Kepulauan untuk melakukan kegiatan pertambangan sebagaimana yang dituangkan dalam rencana tata ruang Kabupaten Konawe Kepulauan tahun 2021-2041.

PT GKP juga  sudah mendapatkan persetujuan pemanfaatan ruang kegiatan izin usaha pertambangan, project area dan juga pemanfaatan ruang laut untuk pembangunan terminal khusus.  Perusahaan juga telah mendapatkan ijin pinjam pakai kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI tahun 2014. Dari Dinas Penanaman Modal Satu Pintu Kabupaten Konawe Kepulauan pun sudah  mengeluarkan izin lingkungan untuk kegiatan pertambangan dan juga kelayakan lingkungan hidup untuk kegiatan pertambangan.

“Dari berbagai legalitas untuk kegiatan usaha pertambangan yang sudah dikantongi PT GKP tersebut,  jelas bahwa keberadaan PT GKP di Pulau Wawonii, sudah diberikan ruang untuk kegiatan pertambangan, memiliki ijin pinjam pakai kawasan hutan serta izin lingkungan, sebagai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia,” jelasnya lagi.

Dasar hukum dan legalitas yang kuat PT GKP dalam menjalankan usaha di Pulau Wawonii, juga disampaikan Zubair Halulanga, aktivis sosial Wawonii. Menurut dia, PT GKP merupakan unit usaha dari sebuah perusahaan besar yang sudah pasti taat azas dan mematuhi ketentuan perundang-undangan di sektor pertambangan. Dalam menjalankan usahanya pun, PT GKP sudah pasti menjalankan kegiatan sesuai prinsip pertambangan yang baik dan benar (Good Mining Practice). 

“Ini (GKP) bukan perusahaan abal-abal. Ini perusahaan besar yang rekam jejaknya kita tahu sangat taat dan patuh pada ketentuan perundangan,” demikian ujar dia.

Zubair yang terus mengikuti perjalanan PT GKP di Wawonii mengungkapkan, sejak mulai beroperasi pada pertengahan tahun 2022 lalu, PT GKP sudah banyak merekrut karyawan dan mayoritas karyawan adalah warga lokal Wawonii. Multiplier effect kehadiran perusahaan, sangat dirasakan oleh masyarakat Wawonii. Baik dari sisi lapangan pekerjaan, kontribusi di bidang sosial kemasyarakatan, infrastruktur maupun ekonomi. 

“Jadi jelas, dari sisi legalitas, PT GKP sudah memiliki legalitas yang sah dan jelas. Manfaat kehadiran perusahaan pun jelas dirasakan,” demikian tegas dia.

Zubair, putra asli Wawonii yang juga seorang advokat tersebut menegaskan bahwa, PT GKP datang di Wawonii dengan terhormat. Semua ketentuan perundangan dipenuhi, serta tanggung jawab sosial dan lingkungan dijalankan. Dan sampai sejauh ini, menurut dia, tidak ada alasan baik dari sisi legal, teknis maupun sosial yang menghendaki kegiatan operasional dan izin usaha pertambangan PT GKP dihentikan dari Wawonii.

Dari sisi regulasi,  kegiatan pertambangan baik mineral maupun batubara dapat dihentikan, karena ada kondisi kahar, keadaan yang menghalangi, dan atau kondisi daya dukung lingkungan yang tidak dapat menanggung beban kegiatan operasi produksi, sebagaimana termaktub dalam Peraturan pemerintah No. 96 tahun 2021. Dari tiga kondisi tersebut, tidak satupun terjadi pada kegiatan PT GKP di Pulau Wawonii.

Marlion dan Zubair sepakat bahwa sampai saat ini, keberadaan PT GKP di Pulau Wawonii, masih berada dalam koridor ketentuan perundang-undangan di sektor pertambangan dan sektor lain yang terkait. Legalitas PT GKP jelas dan sah, serta manfaat kehadiran perusahaan dirasakan oleh banyak orang.

Sumber: Harian Kendari