Kesejahteraan Pulau Wawonii

Polemik keberadaan perusahaan tambang PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menjadi perdebatan serius beberapa pekan terakhir. Beberapa kelompok masyarakat dan aktivis lingkungan terus menyuarakan penolakan anak perusahaan Harita Group itu beroperasi di Wawonii. Namun tidak sedikit pula kelompok masyarakat yang mendukung agar PT GKP melangsungkan aktivitas penambangan di wilayah mereka agar berdampak kepada Kesejahteraan Pulau Wawonii.

Aksi penolakan kerap dilakukan sebagian masyarakat dan aktivis lingkungan dikarenakan mereka menilai, aktivitas penambangan di Pulau Wawonii yang hanya memiliki luas wilayah 715 kilometer persegi, bertentangan dengan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 

Alasan penolakan juga didasari oleh kekhawatiran akan dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Sebab kegiatan penambangan dinilai akan merusak kawasan pesisir termasuk ekosistemnya, meningkatkan kerawanan bencana, serta mengancam sumber air bersih. Dan yang dianggap paling merasakan dampak buruk dari kegiatan tambang adalah nelayan dan petani di sekitar lokasi penambangan.

Mengingat berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pembangan mineral cukup beralasan jika sebagian masyarakat bahkan aktivis lingkungan dengan keras menyuarakan penolakan.

Namun kita juga harus dengan adil mengakui bahwa tidak selamanya kegiatan penambangan hanya membawa dampak buruk, tetapi ada pula dampak positif, khususnya bagi kehidupan sosial dan ekonomi yang menjadi alasan sebagian masyarakat mendukung kegiatan penambangan di wilayahnya. Aktivitas perusahaan di sektor pertambangan akan membuka lapangan pekerjaan yang besar, khususnya bagi masyarakat lokal atau masyarakat di sekitar lokasi pertambangan. 

Aktivitas pertambangan juga dapat mendorong meningkatnya kegiatan UMM di masyarakat. Sehingga, masyarakat tidak hanya berkesempatan untuk menjadi tenaga kerja pada industri pertambangan, tetapi dimungkinkan pula menjadi rekan bisnis perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah mereka.

Kemudian, pendapatan masyarakat di wilayah pertambangan secara umum akan

meningkat karena efek dominan dari keberadaan perusahaan telah mampu mendorong dan menggerakkan sendi-sendi ekonomi masyarat. Selain itu, setiap perusahaan yang melakukan aktivitas penambangan diwajibkan menajalankan tanggung jawab sosial atau program Corporate Social Responsibility (CSR) yang bisa dimanfaatkan oleh mayarakat.

Sehingga, perusahaan tidak hanya mengambil keuntungan dengan mengeksploitasi sumber daya alam yang ada, tetapi juga dapat memberikan manfaat bag masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Idealnya seperti itu.

Dampak positif atau pun dampak negatif yang akan ditimbulkan jika kegiatan penambangan dilakukan di Pulau Wawonii, sebenarnya PT. GKP sudah punya jawaban untuk meyakinkan masyarakat. Mengingat group Harita bukan perusahaan yang baru bergerak di sektor pertambangan.

Sebagai referensi, kita bisa melihat kegiatan Harita Nikel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Dimana perusahaan raksasa itu tidak hanya melakukan kegiatan penambangan namun juga telah membangun fasilitas pengelolahan dan pemurnian nikel (smelter) melalui perusahaan di bawah naungannya PT Halmahera Persada Lygend.

Hal tersebut berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang sangat besar. Selain itu, kondisi sosial ekonomi masyarakat Pulau Obi Halmahera Selatan mengalami perubahan signifikan sejak adanya kegiatan industry pertambangan. Rata-rata pendapatan masyarakat dan aktivitas UMKM meningkat serta kemajuan di sektor pendidikan dan kesehatan karena dukungan perusahaan dan pemerintah setempat di sektor tersebut cukup konsisten. 

Sementara dari sis dampak kerusakan lingkungan, group Harita juga punya rekam jejak yang bisa dijadikan referensi. Salah satunya kegiatan reklamasi pasca tambang yang dilakukan anak perusahaannya di Kalimantan Timur. Dimana, revegetasi dan reklamasi lahan pasca tambang yang dilakukan di konsesi Lana Harita Indonesia menjadi proyek percontohan reklamasi pasca tambang di Indonesia.

Berbagai dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan yang dilakukan Harita Group di beberapa wilayah di Indonesia hanyalah sebuah referensi khususnya bagi masyarakat Pulau Wawonii yang rencananya akan menjadi lokasi kegiatan penambangan PT. GKP. Pertanyaan yang masih menjadi akar pro kontra tentang keberadaan PT GKP hingga saat ini, jika aktivitas penambangan mineral dilakukan, apakah akan berdampak pada kesejahteraan atau justru menjadi bencana bagi masyarakat Pulau Wawonii?

Menurut penulis, dari berbagai rekam jejak aktivis perusahaan tabang di beberapa daerah di Indonseia, pertanyaan itu hanya bisa dijawab melalui komitmen bersama antara perusahaan, masyarakat dan pemerintah setempat.

Bagi masyarakat, setiap keputusan harus dilandasi dengan berbagai pertimbangan, baik dari segi sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Sebab masyarakat sekitar lokasi pertambangan lah yang paling merasakan dampak, sejahtera atau justru sebaliknya.

Bagi perusahaan, kegiatan penambangan dilakukan dengan memprioritaskan tanggung jawab sosial maupun lingkungan. Perusahaan jangan hanya menikmati sendiri manfaat dari hasil mengeruk kekayaan alam, namun yang terpenting masyarakat juga harus merasakan Kesejahteraan Pulau Wawonii.

Kemudian yang terpenting adalah peran pemerintah. Pemerintah harus menjadi pengarah dan mengatur jalannya kegiatan pertambangan dengan baik dan benar. Setiap regulasi yang dibuat Pemerintah diharapkan selalu pro terhadap masyarakat, dan kesejahteraan masyarakat yang menjadi tujuan utama.

Penulis: Rian Rinaldi, Sekertaris Ketua II PMII UHO

Sumber: PenaSultra.com

Basarnas Kendari mendata terjadi kecelakaan kapal atau kecelakaan perairan sebanyak 33 kasus di Provinsi Suawesi Tenggara periode Januari-September 2020.

Total kecelakaan perairan di Sultra, yakni 33 kasus dan telah dilakukan aksi SAR. Jumlah tersebut masih lebih tinggi dibandingkan pada 2019 yang tercatat 75 kasus dan tertangani.

Tidak hanya pihak Basarnas berperan pada evakuasi, pemangku kepentingan dan masyarakat turut andil dalam upaya tugas kemanusiaan tersebut. Kepala Basarnas Kendari, Aris Sofingi, mengatakan selama penanganan kecelakaan pelayaran, pihaknya masih mengalami kendala, yakni tiak memiliki alat deteksi dini sehingga kesulitan ketika melakukan pencarian titik lokasi musibah.

“Kendala yang kami hadapi selama melaksanakan upaya pencarian dan pertolongan atau operasi SAR untuk menentukan lokasi atau titik di mana kejadian itu terjadi, salah satu penyebabnya adalah kapal-kapal nelayan tidak dibekali dengan peralatan komunikasi, peralatan navigasi,” jelasnya, Senin (14/9/2020). 

Sumber: Sultrakini