Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, didaulat menjadi pembicara atau penanggap mewakili Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) dalam rapat koordinasi (Rakor) terbatas pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang dipimpin Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang digelar secara virtual, Rabu (14 Oktober 2020).

Ketua APPSI Periode 2019-2023, Anies Baswedan yang juga Gubernur DKI Jakarta, mewakilkan dirinya kepada Ali Mazi, untuk memberikan tanggapan terkait pandangan pemerintah daerah perihal pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR RI.

Pada rapat yang dihadiri oleh sejumlah menteri, gubernur dan bupati/walikota se-Indonesia ini, Ali Mazi mengemukakan Pemprov Sultra akan menggelar rapat koordinasi secara virtual dengan para Forkopimda, bupati/walikota, tokoh agama, tokoh masyarakat, pimpinan perguruan tinggi, dan elemen masyarakat terkait lainnya yang ada di Sultra pada Kamis (15 Oktober 2020).

“Mudah-mudahan ada pikiran-pikiran dari pemerintah kabupaten/kota, Forkopimda, dan masyarakat secara luas yang bisa menjadi masukan kami ke pemerintah pusat demi mengakomodir kepentingan masyarakat,” ujar Ali Mazi.

Ali Mazi juga menyatakan agar para kepala daerah, mulai dari gubernur hingga bupati dan wali kota selalau dilibatkan dalam hal menentukan arah dan sikap terkait pembentukan undang-undang, termasuk UU Omnibus Law. Hal ini dikarenakan para kepala daerah yang akan selalu berhadapan pertama kali dengan masyarakat untuk menjelaskan kebijakan pemerintah.

Dalam rakor yang dihadiri dari Aula Merah Putih, Rumah Jabatan Gubernur tersebut, Ali Mazi didampingi anggota Forkopimda dan sejumlah pejabat sipil maupun militer tingkat provinsi.

Rakor ini merupakan yang kedua kalinya dilakukan setelah UU Cipta Kerja disahkan DPR. Sebelumnya, pada hari Jumat (9 Oktober 2020), Gubernur mengikuti rapat terbatas yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo.

Pada rapat tersebut, Presiden meminta agar para gubernur membantu pemerintah pusat meluruskan persepsi yang keliru di tengah-tengah masyarakat mengenai undang-undang tersebut.

Setelah Gubernur Sultra memberikan tanggapan, Mendagri Tito Karnavian lalu mempersilakan Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Azwar Anas (Bupati Banyuwangi) untuk memberikan tanggapannya. 

Sumber: Sultra Kini

 

konflik PT. GKP

Wahana lingkungan hidup (Walhi) Sulawesi tenggara (Sultra) angkat bicara terkait konflik yang terjadi di pulau Wawonii, kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) dua pecan belakangan ini.

Direktur Eksekutif Walhi Sultra Saharuddin menyoroti gubernur Sultra Ali Mazi yang mestinya merasa malu dengan konflik sosial sesama masyarakat di Pulau Kelapa tersebut. Konflik horizontal itu akibat masuknya investasi tambang yang menuai pro-kontra di tengah masyarakat.

Siapa yang tidak malu, kita di Sultra tiap hari di media muncul, ditahu kelakuan masyarakat seperti ini. Gubernur malulah harusnya dia, dibicarakan soal jeleknya Sultra kan tidak bagus”, tegas Saharuddin yang akrab disapa Udin saat ditemui di kantornya.

Hadirnya perusahaan tambang di Konawe Kepulauan (Konkep), seperti PT. GKP, dinilai akan menimbulkan konflik sosial ditengah masyarakat. Saharuddinmelanjutkan dirinya telah mengatakan dari awal hadirnya perusahaan tambang seperti PT. GKP akan memicu konflik horizontal di tengah – tengah masyarakat.

Sehingga dia menegaskan kembali Direktur PT. GKP, Bambang Mufioso harusnya sudah ditangkap, sebab dia telah menimbulkan konflik susoal di Pulau Kelapa itu.

“Seperti yang terjadi sekarang antara warga saja sudah tidak saling mengunjungi. Bagaimana kalua diidentifikasikan mana yang menolak mana yang tidak, kemudian dilempari rumahnya tiap malam. Siapa yang pusing dan tanggung itu pengamanan”, ujarnya.

“Mereka menyulut akar permasalahan di tengah masyarakat. Jadi tangkap saja mereka itu. Syukur ini tidak ada bentuk kekerasan hanya menghambat orang jalan, kalua ada kekerasan atau sweeping siapa yang bertangung jawab?”, sambungnya.

Saharuddin juga mengatakan, alangkah baiknya Pemprov Sultra harus kembali meninjau keputusannya.

“GKP kan sudah dihentikan sementara, kalua bisa langsung tutup saja semua perusahaan disana daripada menjadi konflik seperti saat ini”, tegasnya. Jadi, lanjut Saharuddin untuk mengantisipasi sehingga tidak terjadi konflik sosial, Pemprov harus mencabut IUP PT. GKP.

Tak hanya IUP PT. GKP di Konkep, Saharuddin meminta Pemprov juga harus mencabut IUP-IUP yang ada di pulau kecil. Sebagaimana diketahui IUP yang ada di pulau kecil hanya dua, yakni di Wawonii dan Kabaena.

“Solusi harus dicabut IUP PT. GKP dan seluruh IUP yang ada di pulau-pulau kecil. Sekarang yang terlihat izin itu hanya ada di pulau kecil yakni Wawonii sama Kabaena”, cetusnya.

Dia berharap Konkep segera bersih dari perusahaan-perusahaan tambang.