Polemik tambang di Kebupaten Konawe Kepulauan atau Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara kian memanas. PT Gema Kreasi Perdana (GKP), kembali menerobos lahan milik masyarakat Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara pada 22 Agustus, tengah malam, menggunakan excavator dan bulldozer.
Penerobosan lahan yang dikawal ketat aparat kepolisian dari Polda Sultra itu, merupakan kejadian ketiga kalinya yang berakibat pada semakin besarnya konflik sosial antar masyarakat, dan rusaknya tanaman warga, mulai dari pala, kakao, jambu mete, kelapa, dan pisang.
Selain menerobos lahan masyarakat, PT GKP juga telah melaporkan sebanyak 20 orang warga pulau Wawonii ke kepolisian. Sebanyak 17 orang di laporkan ke Polda Sultra, sisanya, 3 orang dilaporkan ke Polres Kendari. Dari 20 orang yang dilaporkan itu, 14 orang dituduh melakukan tindak pidana perampasan kemerdekaan terhadap seseorang, sisanya dituduh telah menghambat dan menghalang-halangi aktivitas perusahaan, melakukan pengancaman, hingga dituduh melakukan penganiayaan.
Pada 31 Agustus kemarin, satu orang warga yang telah dilaporkan atas nama Idris, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Kendari dengan tuduhan melakukan Tindak Pidana Penganiayaan dan Tindak Pidana Pengancaman.
Idris sediri, sebelumnya, telah melaporkan PT GKP ke Polres Kendari pada 14 Agustus 2019 atas penerobosan lahan miliknya, namun laporan itu tak kunjung ditindaklanjuti, hingga Idris ditetapkan sebagai tersangka kemarin. Warga lainnya, masing-masing atasnama Wa Ana, Labaa, dan Amin yang lahannya diterobos perusahaan juga telah melaporkan PT GKP ke Polres Kendari dan Polda Sultra pada 28 dan 29 Agustus 2019.
Penerobosan lahan yang dilakukan berulang-ulang, hingga 20 warga yang telah dilaporkan PT GKP ke kepolisian menunjukkan watak bebal pemerintah daerah, terutama Gubernur Sultra Ali Mazi dan Wakil Gubernur Sultra Lukman Abunawas. Keduanya masa bodoh, membiarkan konflik antar warga terus terjadi, berikut lahan-lahan produktif dirampas, hingga puluhan warga yang, semestinya dilindungi, justru dilaporkan PT GKP ke polisi.
Di saat yang sama, Ali Mazi dan Lukman Abunawas justru tampil secara terbuka membela PT GKP, membantah perampasan lahan masyarakat, meski faktanya perusahaan itu telah berulangkali melakukan perampasan lahan.
Terlapornya 20 orang tersebut menunjukkan satu pola umum, dengan apa yang disebut sebagai bentuk kriminalisasi. Kriminalisasi rentan terjadi di wilayah-wilayah yang menjadi target ekspansi industri ekstraktif serta pembangunan infrastruktur dan 20 orang itu hanyalah sebagian kecil dari banyaknya kasus kriminalisasi atas persoalan sumber daya alam di Indonesia.
–
Sumber: Jatam