kunjungan pemda konkep ke site wawonii

Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) siap mengawal dan mendukung penuh pelaksanaan program reklamasi dan pengelolaan lingkungan di area operasi PT Gema Kreasi Perdana (GKP), Jumat (1/12).

Dukungan ini disampaikan langsung oleh Wakil Bupati Konawe Kepulauan, Andi Muhammad Lutfi dan jajaran dinas terkait, saat rombongan Pemda melakukan kunjungan lapangan untuk memonitoring kegiatan reklamasi dan pengelolaan lingkungan pada Kamis (30/11/23).

“Saya mewakili Pemda Konkep sangat mendukung apa yang dilakukan oleh PT GKP. Ini harus terus dilanjutkan. Meskipun produksi saat ini tengah terhenti, tetapi mereka tetap melakukan semua kegiatan ini (reklamasi). Maka, ini membuktikan bahwa perusahaan ini benar dan bertanggung jawab. Sekali lagi saya mengapresiasi,” ujar Andi Muhammad Lutfi.

Ia juga mengatakan, bahwa kehadiran Pemda disana bertujuan untuk menghimbau kepada masyarakat untuk bersama-sama menjaga kondusifitas Pulau Wawonii.

“Aktivitas yang berjalan sekarang ini justru dalam rangka memperbaiki dan mengelola lingkungan sekitar. Ada penanaman hingga persiapan teknis untuk mengantisipasi datangnya musim penghujan. Jadi, kepada masyarakat, saya menghimbau untuk tidak mudah mengembangkan isu-isu yang belum terbukti benar,” jelasnya.

Hal yang kurang lebih sama juga disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia Pemda Konkep, Dermawan, ia menegaskan jika kehadiran PT GKP di Kabupaten Konkep ini patut disyukuri karena mampu memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat, baik dari aspek peningkatan ekonomi, hingga tanggung jawabnya pada kondisi lingkungan sekitar.

“Kepentingan masyarakat itu lebih penting dan paling utama dari segalanya. Jika sebagian besar masyarakat Wawonii ini mendambakan kehadiran PT GKP, mestinya mengapresiasi kehadirannya,” tutur Dermawan.

Sementara itu, optimisme tinggi ditunjukkan Kepala Teknik Tambang PT GKP, Aep Haerudin yang menilai adanya dukungan penuh dari Pemda Konkep ini memberikan keyakinan dan semangat tersendiri bagi perusahaan untuk terus memberikan kontribusi terbaik bagi kemajuan masyarakat Kabupaten Konkep.

“Dukungan Pemda ini akan menjadi pemicu kami dalam memastikan semua tanggung jawab lingkungan perusahaan ini akan diselesaikan sebaik mungkin, sesuai dengan regulasi pemerintah yang berlaku, dan tentu tepat waktu,” terang Aep.

Sumber: Sorot Sultra
kegiatan reklamasi

Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Unit XXIII Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) meninjau langsung kegiatan reklamasi dan pengelolaan lingkungan yang tengah dilaksanakan perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Pulau Wawonii, PT Gema Kreasi Perdana (GKP) pada Ahad (26/11/23).

Kepala Bidang PDAS-RHL Dishut Prov. Sultra, La Ode Yulardhi J menjelaskan, jika PT GKP saat ini tengah memenuhi kewajibannya sebagai pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), yaitu pelaksanaan kegiatan reklamasi pasca penambangan.

Kehadiran Dishut Prov. Sultra dan KPH Unit XXIII Pulau Wawonii Kab. Konkep pun turut serta dalam memastikan mekanisme pelaksanaan kegiatan tersebut.

“Langkah-langkah yang dilakukan PT GKP saat ini sudah memenuhi kaidah-kaidah teknis dalam rangka pelaksanaan reklamasi dan pengelolaan lingkungan, baik dari aspek penataan lahan, pemilihan tanaman, penataan pengendalian air, dan melakukan penanaman langsung. Sehingga, menurut kami, PT GKP sudah melakukan perbaikan lingkungan sebagai pemegang IPPKH,” terang La Ode Yulardhi.

Lebih lanjut dia menjelaskan, pelaksanaan kegiatan reklamasi dan pengelolaan lingkungan merupakan sebuah kewajiban dan harus dilaksanakan pemegang IPPKH, dalam hal ini yang juga diimplementasikan oleh PT GKP.

“Kegiatan ini harus terus dilakukan hingga sebelum serah terima pinjam pakai dan sebelum dilakukan evaluasi. Silahkan kepada pihak PT GKP untuk terus melaksanakan kegiatan pemenuhan kewajiban reklamasi,” tegasnya.

Dinas Kehutanan Prov. Sultra dan KPH Unit XXIII Pulau Wawonii Kab. Konkep juga turut memberikan apresiasinya pada PT GKP karena telah memberikan contoh yang menjadi rujukan bagi perusahaan lainnya atas realisasi komitmen pemenuhan kewajiban pemegang IPPKH, baik itu kewajiban reklamasi dan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS), yang mana PT GKP sendiri sudah mulai melaksanakannya tahun ini.

“Kami sangat mengapresiasi dengan adanya upaya PT GKP menyelesaikan kewajibannya dalam reklamasi dan rehabilitasi DAS. Ini sudah bisa menjadi contoh bagi pemegang IPPKH lain. Harapan kami, semoga dalam 3 tahun ke depan, kegiatan rehabilitasi DAS sudah bisa kami terima. Serta, dalam 5 tahun ke depan, kegiatan reklamasi juga sudah bisa kami terima dengan baik. Tentu dengan koridor pelaksanaan kegiatan yang mengacu pada peraturan-peraturan yang berlaku di bidang kehutanan,” ujar Kepala Dinas KPH Kab. Konkep, H. Afdal Azis.

Sementara itu, Superintendent Department Environment & Forestry PT GKP, Budi Santoso mengungkapkan, jika sinergitas antara Pemerintah Daerah melalui dinas dan/atau lembaga terkait dengan perusahaan, akan menjadi faktor kunci keberhasilan pelaksanaan pengelolaan lingkungan, khususnya pada kegiatan pasca penambangan.

“Tentu ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dinas Kehutanan Prov. Sultra dan KPH Unit XXIII Pulau Wawonii yang telah meluangkan waktunya untuk bisa memberikan pandangan, serta masukan atas kegiatan yang kami lakukan. Sinergitas dengan para pemangku kepentingan, khususnya pemerintah tentu akan mempermudah kita dalam melaksanakan semua tahapan reklamasi yang sesuai dengan penerapan good mining practice,” pungkas Budi Santoso.

Sumber: Sorot Sultra
kegiatan reklamasi PT GKP

Kegiatan reklamasi dan rehabilitasi lahan yang tengah dilakukan oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP) merupakan kewajiban perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP)serta bentuk kepedulian terhadap lingkungan, Ahad, 19 November 2023.

Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Konawe Kepulauan, M. Rustam Efendi, saat melakukan kunjungan kerja ke PT GKP Jumat, 17/11/2023.

“Berdasarkan pemantauan kami di lapangan hari ini PT GKP telah melaksanakan salah satu kegiatan untuk persiapan reklamasi lahan pasca tambang,” ujar dia.

Rustam juga menjelaskan, kegiatan reklamasi dan revegetasi yang dilakukan PT GKP sudah sejalan dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.

Dalam beleid tersebut tertuang pada Pasal 107 menyebutkan, setiap perusahaan wajib melaksanakan reklamasi atau reboisasi pada kawasan hutan yang diberikan persetujuan penggunaan kawasan hutan yang sudah tidak digunakan. Maka kegiatan reklamasi harus dijalankan oleh perusahaan.

“Apa yang dilakukan oleh PT GKP ini tertuang di dalam RKAB maupun di dokumen AMDAL yang menjadi kewajiban perusahaan yang telah mendapat atau memperoleh izin pengelolaan izin tambang untuk melakukan pengelolaan lingkungan dengan ramah,” terangnya.

Lebih lanjut dia menuturkan bahwa Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Konawe Kepulauan memberikan apresiasi atas itikad baik perusahaan yang tetap berkomitmen pada pengelolaan lingkungan melalui kegiatan reklamasi dan revegetasi.

“Kami melihat perusahaan punya itikad baik untuk melaksanakan kewajibannya, dalam hal bagaimana melaksanakan pengelolaan lingkungan dengan baik,” tutup dia.

Sementara itu Humas PT GKP, Marlion,  menyampaikan bahwa kegiatan reklamasi merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sebagaimana yang diamanahkan oleh undang-undang. Sehingga, meski kegiatan produksi untuk sementara waktu terhenti, tetapi tanggung jawab kegiatan reklamasi tetap harus dilakukan.

“PT GKP merupakan perusahaan yang taat terhadap regulasi dan ketentuan. Tanggungjawab reklamasi merupakan kewajiban yang melekat dan tetap harus dilakukan dalam kondisi apapun,” pungkas Marlion.

Sebagai informasi, Revegetasi adalah proses penanaman kembali dan pembangunan kembali tanah pada lahan yang terganggu.

Sumber: Sorot Sultra
Pulau Wawonii

Kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil di Indonesia dinyatakan telah dikendalikan dan dijalankan dengan sangat baik oleh sistem pemerintahan. Maka, selama tidak ada peringatan hingga penghentian kegiatan, maka suatu perusahaan pertambangan tersebut tidak dapat dikatakan telah melakukan tindakan berbahaya, atau yang dimaksud dengan “abnormally dangerous activity” sebagaimana yang disebutkan dalam amar putusan MA.

 Hal ini disampaikan langsung oleh Ahli Teknik Pertambangan dan Perlindungan Lingkungan, Witoro Soelarno yang hadir dalam sidang lanjutan Perkara Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang melibatkan perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Konawe Kepulauan, PT Gema Kreasi Perdana (GKP) sebagai pemohon. Sidang ini digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu lalu (18/10/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.

Witoro Soelarno menjelaskan khusus untuk pertambangan, apabila kebijakan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K) “diartikan” melarang adanya kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil, maka akan berdampak negatif terhadap pemanfaatan sumber daya pertambangan dan energi yang ada di pulau-pulau kecil.

“Khusus untuk pertambangan, apabila kebijakan pada undang undang ini ‘diartikan’ melarang adanya kegiatan pertambangan di pulau pulau kecil, maka akan berdampak negatif terhadap pemanfaatan karunia Tuhan yang berupa sumber daya pertambangan dan energi, yang ada di pulau-pulau kecil. Khususnya nikel yang akan menjadi tulang punggung menuju Indonesia Maju tahun 2045,” kata Witoro

Data cadangan dan sumberdaya nikel masih terbatas diketahui pada beberapa provinsi saja. Diyakini masih sangat besar potensi yang ada dan sebagian besar ada di pulau-pulau kecil di Indonesia bagian Tengah dan Indonesia bagian Timur,” jelas Witoro di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Ketua MK, Anwar Usman.

Witoro yang dihadirkan sebagai ahli oleh PT GKP menjelaskan, bahwa pertambangan berpotensi besar menghadirkan masalah, baik masalah lingkungan maupun sosial. Untuk itu, diperlukan implementasi ketegasan dan keketatan kebijakan pemerintah terhadap pertambangan, sejak jaman kolonial Belanda hingga kini. Adapun tujuannya agar pertambangan bisa tetap dapat berjalan dan berkontribusi terhadap pembangunan.

“Dengan demikian, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf (k) UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, masih memberikan kesempatan kepada kegiatan pertambangan, selama semua ketentuan perundangan yang ditujukan untuk melindungi kelestarian fungsi lingkungan di pulau-pulau kecil tetap dapat dilakukan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” tandasnya.

Sementara itu, I Nyoman Nurjaya yang merupakan Ahli Pemohon lainnya dalam persidangan menjelaskan norma yang terkandung dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU PWP3K tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 sepanjang dimaknai tidak sebagai larangan mutlak dan definitif, tetapi sebagai norma perbolehan (toestemming) untuk kegiatan selain kepentingan yang diprioritaskan, khususnya untuk pertambangan mineral dengan syarat yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya tidak menimbulkan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.

Kandungan norma dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 281 ayat (2) UUD 1945 sepanjang dimaknai sebagai larangan mutlak, definitif dan tanpa syarat.

Nurjaya juga menyampaikan norma yang terkandung dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU PWP3K tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 281 ayat (2) UUD 1945 yang definitif, tetapi sebagai norma izin (toestemming), bagi pertambangan mineral dengan syarat apabila sepanjang dimaknai tidak sebagai larangan mutlak dan untuk kegiatan selain kepentingan yang diprioritaskan, khususnya teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya tidak menimbulkan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.

Sebelumnya, Pemohon merupakan suatu badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah yang tergolong Pulau Kecil, terdapat keterkaitan sebab akibat (causaal verband) dengan berlakunya Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU 1/2014. Pasal UU a quo ditafsirkan oleh Mahkamah Agung sebagai larangan tanpa syarat untuk melakukan kegiatan penambangan mineral di wilayah yang tergolong Pulau Kecil, padahal Pemohon telah memiliki Izin yang sah dan diterbitkan oleh instansi yang berwenang untuk melakukan penambangan nikel di wilayah tersebut. Bahkan Izin Usaha Pertambangan milik Pemohon telah mengalami beberapa kali perubahan dari Izin semula berupa Kuasa Pertambangan Nomor 26 Tahun 2007 yang terbit sebelum berlakunya UU 27/2007.

Sehingga, menurut Pemohon, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf ka UU 1/2014 bila ditafsirkan sebagai larangan terhadap kegiatan pertambangan secara mutlak tanpa syarat, maka seluruh tata ruang terhadap Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang diatur oleh Peraturan Daerah akan bertentangan dengan UU PWP3K dan harus dilakukan perubahan. Akibatnya, seluruh perusahaan yang berusaha dibidang pertambangan di wilayah-wilayah tersebut harus dihentikan pula. Tentu hal ini akan merugikan banyak perusahaan tambang, dan sama halnya dengan Pemohon, mereka telah pula melaksanakan kewajiban pembayaran kepada negara.

Sumber: Teropong Sultra
Jenderal Lapangan PMMW, Andiman, mengapresiasi surat rekomendasi yang diterbitkan DPRD Provinsi Sultra

Menindaklanjuti tuntutan ribuan warga masyarakat Wawonii yang melakukan unjuk rasa terkait investasi pertambangan di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan pada Selasa, 31/10/23. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra mengeluarkan Rekomendasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kepada Pemkab Konawe Kepulauan (Konkep), Kamis, 2 November 2023.

Ketua Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi mengatakan, rekomendasi RDTR tersebut merupakan buah dari hasil dialog antara Komisi III dengan massa yang mendatangi Kantor DPRD Sultra pada Selasa (31/10).

“Masyarakat Wawonii menghendaki agar investasi pertambangan tetap ada di Wawonii termasuk kegiatan operasional PT GKP diaktifkan kembali. Karena apa, selama ini perusahaan telah memberi banyak manfaat positif dan menyokong perekonomian masyarakat. Olehnya itu, kami membuat rekomendasi RDTR,” ujar dia.

Dalam surat rekomendasi nomor 100.2.2.1/479, disebutkan bahwa menindaklanjuti petitum yang diajukan oleh Perhimpunan Mahasiswa, Masyarakat Wawonii (PMMW) yang mendesak Pemprov Sultra untuk tetap memasukan ruang pertambangan di Kabupaten Konkep di dalam RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara.

“Surat rekomendasi yang ditandatangani oleh Ketua DPRD Sultra, Abdurrahman Saleh (ASR), DPRD Sultra merekomendasikan kepada Pemkab Konkep untuk memasukan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Konkep sebagai daerah pertambangan untuk menjadi bahan pertimbangan dan kajian dalam pembahasan revisi RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara,” ujar Suwandi Andi menambahkan.

Jenderal Lapangan PMMW, Andiman, mengapresiasi surat rekomendasi yang diterbitkan DPRD Provinsi Sultra. Menurut dia, DPRD Sultra telah memenuhi janji yang telah disepakati bersama melalui dialog terbuka antara massa dan Ketua Komisi III DPRD Sultra.

“Surat rekomendasi ini akan kami teruskan dan sampaikan kepada Pemkab Konawe Kepulauan,” ujar Andiman optimis.

Sumber: Sorot Sultra
Ribuan warga Wawonii demo Pemprov Sultra

Ribuan warga masyarakat Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan pagi ini Selasa, 31 Oktober 2023 kembali melakukan unjuk rasa di Kantor Gubernur Sultra dan Kantor DPRD Sultra menuntut Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara peduli dan turut andil langsung dalam memikirkan nasib ribuan warga yang kini kehilangan pekerjaan setelah operasional penambangan PT Gema Kreasi Perdana terhenti.

Massa yang berasal dari berbagai desa di Kabupaten Konawe Kepulauan itu merupakan mantan karyawan PT GKP yang telah bekerja kurang lebih satu tahun lamanya. “Selama satu tahun terakhir kami memiliki pendapatan yang pasti setiap bulan, sehingga bisa membantu memenuhi kebutuhan keluarga dari bekerja di tambang. Sekarang, hal itu tidak bisa lagi kami dapatkan setelah kegiatan tambang berhenti. Karena itu kami datang meminta perhatian pemerintah dan DPR untuk memikirkan nasib kami yang saat ini kehilangan pekerjaan,” kata Fadlan, salah seorang warga Wawonii yang ikut melakukan demonstrasi.

Cerita yang sama juga dituturkan Sajehan, pemilik rumah kontrakan di Roko Roko.  Menurutnya, terhentinya kegiatan operasional PT GKP di Pulau Wawonii tidak saja berdampak pada ribuan orang yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga berdampak terhadap perekonomian masyarakat sekitar tambang. Warung-warung makan yang mulai tumbuh sejak kehadiran perusahaan, rumah kontrakan, kedai kopi juga toko-toko kelontong yang tadinya bergeliat kini sepi dan pendapatan jauh menurun drastis. “Dulu, kos-kosan belum selesai dibangun, sudah banyak peminat, bahkan kami sampai menolak karena jumlah kamar yang terbatas. Sekarang, dari 10 kamar kos yang tersedia, kosong, tidak ada satupun kamar yang terisi,” keluh Sajehan. 

Tidak hanya Sajehan seorang, banyak juga warga lainnya di Rokoroko Raya yang mulai membuka usaha rumah kontrakan, kini kosong dan tidak terisi. Begitu juga dengan usaha rumah makan yang mulai bermunculan di sekitar lokasi tambang PT GKP, kini kehilangan pelanggan. Pendapatan menurun drastis hingga 80 persen. “Dulu, saya buka toko sampai tengah malam dan selalu ramai. Sekarang jam 10 malam sudah tutup. Tidak hanya saya tetapi juga pelaku lain. Terasa sekali sepi semenjak kegiatan tambang berhenti. Kami berharap kegiatan tambang ini Kembali berjalan agar perekonomian bisa kembali membaik,” ungkap Hendra, pemilik toko kelontong.

Usai melakukan demonstrasi pada 23 Oktober 2023 lalu di Kantor Bupati Konawe Kepulauan dan DPRD Kabupaten Konawe Kepulauan, massa aksi secara mandiri dan sukarela mendatangi Kantor Gubernur dan DPRD untuk menuntut Pemprov dan DPRD Sultra agar memperhatikan nasib mereka. “Dengan melihat kondisi masyarakat pasca terhentinya kegiatan operasional PT GKP, maka kami tergerak untuk meminta kepada pemerintah agar memperhatikan nasib kami. Ribuan orang kehilangan pekerjaan. Perekonomian yang mulai bertumbuh kini kembali lesu. Dan aksi ini merupakan aksi murni yang lahir dari keresahan  kami sebagai masyarakat Wawonii,” ujar Andiman, jenderal lapangan aksi demonstrasi Persatuan Mahasiswa, Masyarakat Wawonii (PMWM).

Berikut tuntutan Persatuan Mahasiswa, Masyarakat Wawonii (PMWM) sebagai berikut:

1. Mendukung investasi pertambangan dan investasi lainnya di Kabupaten Konawe Kepulauan. Dimana, kehadiran perusahaan telah membuka banyak lapangan pekerjaan.

2. Meminta Pj Gubernur Sultra dan DPR untuk mengambil langkah-langkah nyata agar PT Gema Kreasi Perdana dapat segera kembali beroperasi.

3. Mengecam tindakan beberapa oknum yang selalu mengatasnamakan masyarakat Wawonii untuk menolak hadirnya investasi pertambangan di Pulau Wawonii.

Sumber: Sorot Sultra
Kepala Bappeda Konkep, Safiudin Alibas

Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) memberikan rekomendasi terkait revisi rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi Sultra.

Keputusan final dari hasil pansus tersebut masih panjang. Semua pihak diminta bersabar untuk tidak terburu-buru memberikan berbagai statement terkait keputusan Pansus tersebut.

Hal ini disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Safiuddin Alibas.

“Masyarakat tidak usah resah. Mari kita menghargai proses revisi RTRW yang sedang berjalan. Hasil Pansus kemarin, memberikan rekomendasi persetujuan baik secara materil dan teknis terkait tata ruang provinsi. Prosesnya masih panjang, belum final,” demikian ungkap dia kepada awak media beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut dia menjelaskan, terkait tahapan yang harus dilalui pasca keluarnya keputusan Pansus tersebut. Hasil Pansus itu menjadi salah satu kelengkapan Perda RTRW Provinsi yang harus dikirim ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), untuk dibahas lintas sektoral.

Pembahasan lintas sektoral tersebut, melibatkan beberapa kementrian seperti Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian, Kementerian Pariwisata, Kementrian ESDM, Kementerian Kelautan, Kementerian Perhubungan, Kementrian Investasi, Bappenas bahkan Kementerian Pertahanan.

Keterlibatan lintas sektoral untuk memastikan bahwa rencana rancangan RTRW itu, sudah sesuai dengan arahan rencana tata ruang nasional. Kemudian juga untuk memastikan beberapa kepentingan kementerian, terkait dengan beberapa Kawasan Strategis Nasional (KSN) maupun prioritas nasional, sudah terakomodir di dalam rencana tata ruang provinsi termasuk juga rencana tata ruang kabupaten.

“Pembahasannya, berhari-hari. Setelah dibahas dan disetujui, hasilnya dikembalikan ke provinsi untuk diperbaiki. Perbaikan di provinsi pun, memakan waktu yang tidak cepat, bisa berbulan-bulan. Setelah selesai dan disetujui, kemudian keluar persetujuan substansi,” terang dia lagi.

Persetujuan substansi tersebut, menjadi acuan dan tolak ukur bahwa sudah terjadi harmonisasi antara rencana tata ruang provinsi dan rencana tata ruang nasional. Kemudian dibahas di DPRD Provinsi dan disepakati atau ditetapkan Rancangan Peraturan Daerah. Setelahnya, dikirim ke Direktorat Jenderal Daerah atau Bangda, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk dibahas lagi. Kemudian dilakukan harmonisasi oleh Biro Hukum Kemendagri, untuk mendapatkan nomor registrasi dan ditetapkan menjadi Perda.

“Prosesnya masih panjang. Tidak bisa semudah membalikan telapak tangan. Ada proses yang harus dilalui sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan,” ungkap dia.

Karenanya, Safiudin Alibas meminta kepada semua pihak harus menahan diri dan tidak mudah memberikan berbagai macam pernyataan. Kewenangan untuk memberikan pernyataan adalah pihak provinsi. Pihak kabupaten hanya meminta kepada masyarakat untuk tetap tenang, tidak terpancing berbagai isu yang berkembang dan tidak mendasar.

“Mari kita hargai dan hormati proses-proses yang sedang berjalan. Apapun keputusannya, pemerintah akan mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar,” tegas dia.

Kemudian terkait Keputusan Mahkamah Agung (MA) baik tentang Kawasan Pertambangan maupun terkait IPPKH, menurut dia, dua keputusan Mahkamah tersebut, secara tegas menyebutkan untuk melakukan revisi pada pasal-pasal tertentu, bukan membatalkan RTRW.

Dalam melakukan revisi, kata Safiudin, harus merujuk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 21 tahun 2021 tentang penyelenggaraan Penataan Ruang dan Permen ATR nomor 11 tahun 2021, dimana dalam beleid tersebut disebutkan bahwa revisi tata ruang dilakukan setiap lima kali sekali.

“Terkait keputusan MA untuk melakukan revisi juga diatur dalam ketentuan khusus, maka revisi RTRW Kabupaten akan tetap dilakukan. Tetapi semuanya berproses. Untuk revisi RTRW, jika mengacu pada PP 21 tahun 2021, maka membutuhkan waktu yang panjang, sekitar 18 bulan,” ujar dia.

Dan lagi-lagi, dia meminta kepada masyarakat untuk menghargai proses dalam melakukan revisi tersebut yang memang memakan waktu yang tidak singkat, karena harus ada keterkaitan antara RTRW Kabupaten, Provinsi dan juga Nasional termasuk juga kepentingan dan keterkaitan antar kementerian.

Saifuddin Alibas juga mengomentari soal desakan kepada Pemda Konkep untuk mencabut IUP PT Gema Kreasi Perdana (GKP), dia mengatakan, Pemda Konkep tidak memiliki kewenangan untuk mencabut IUP.

Terlebih lagi IUP yang berada di Konkep, merupakan ijin pertambangan yang sudah ada sebelum Kabupaten Konawe Kepulauan mekar dan sudah ada sebelum lahirnya RTRW Kabupaten.

“Pemda hanya menerima laporan, melakukan pengawasan lingkungan, pengendalian dan pelaporan. Kita tidak punya kewenangan untuk menghentikan,” kata dia.

Kewenangan Pemda terkait IUP, yakni jika terjadi pelanggaran lingkungan, maka akan melakukan pelaporan atau rekomendasi untuk penghentian kegiatan. Untuk usulan penghentian IUP Tambang pun, harus melalui kajian yang mendalam dan komprehensif, dengan mempertimbangkan banyak aspek. Misalkan apakah kerusakan tersebut, murni disebabkan oleh aktivitas pertambangan atau ada faktor lain. Atau apakah aktivitas pertambangan tersebut, merubah biota atau struktur ekosistem dan sebagainya.

Kajian dan mendalam serta holistik menjadi sebuah keharusan. Apalagi, dengan kehadiran industri pertambangan, terjadi multiplier effect yang cukup besar. Serapan tenaga lokal, perekonomian yang terus bertumbuh di sekitar lokasi tambang dan banyak lagi pertimbangan lainnya.

“Semua aspek, harus menjadi bagian dari pertimbangan dalam merekomendasikan penghentian aktivitas usaha pertambangan. Tidak serta merta,” demikian pungkas dia.

Sumber: Potret Sultra
Muhammad Rustam Arifin

“Sejauh ini hasil pelaporan dan pemantauan di lapangan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Konkep belum ada kesan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas usaha pertambangan di Pulau Wawonii,” ujar Kadis DLH Konkep, Muh Rustam Arifin menegaskan, Kamis (31/8).

Dijelaskannya, berdasarkan pemantauan dan penelaahan hasil laporan setiap semester baik secara administrasi maupun teknis, kondisi di lapangan belum menimbulkan kerusakan lingkungan.

“Kalau ada indikasi terjadi kerusakan lingkungan, maka fungsi DLH Konkep untuk melakukan pembinaan di lapangan. Namun, selama lebih kurang dua tahun terakhir dirinya sudah mendapatkan 3 kali laporan semester penaatan lingkungan juga pantauan secara langsung semuanya masih berjalan dengan baik,” jelasnya.

“Kita berharap, kondisi seperti itu tetap dipertahankan. Walaupun ada isu-isu yang menyudutkan, maka akan terjawab sendiri dengan kondisi yang sesungguhnya berdasarkan fakta di lapangan,” jelasnya menegaskan.

Dia menerangkan, terkait isu pemberitaan di media yang menyebutkan bahwa beberapa hewan khas Pulau Wawonii terancam punah akibat aktivitas pertambangan tidak benar adanya.

“Ada beberapa hewan yang memang pernah ada seperti burung Monde atau semacam Maleo yang pernah hidup di Pulau Wawonii pada era 70 dan 80-an, burung-burung tersebut memang ada. Akan tetapi memasuki era 90-an burung-burung tersebut sudah tidak pernah terlihat lagi. Salah satu penyebabnya adalah adanya pertumbuhan penduduk dan juga pembukaan lahan sejak era 70-an, penyebaran permukiman penduduk juga semakin intens, terutama di daerah-daerah pantai,” ujar pria berusia 54 tahun yang lahir dan besar di Wawonii ini.

Dari hasil pemantauan rona awal yang dilakukan pada 2021, beberapa jenis kupu-kupu dan capung yang dijumpai masuk dalam kategori yang tidak terancam (least concern dan not evaluated). Kategori tersebut, sesuai dengan status konservasi yang dikeluarkan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Kemudian juga untuk mamalia, dari hasil studi tersebut, ditemukan kelelawar dan babi hutan. Kedua mamalia tersebut, populasinya mengalami penurunan dan masuk dalam status hampir terancam (near threatened). Namun, untuk kasus babi hutan, hal tersebut, lebih karena adanya perburuan yang lumayan tinggi di wilayah Roko-Roko Raya atau Wawonii jauh sebelum adanya aktivitas pertambangan.

Untuk jenis burung yang dilindungi, ditemukan ada dua jenis burung yang dilindungi di wilayah Wawonii Tenggara yakni elang ular Sulawesi dan serindit Sulawesi. Secara global, kedua jenis burung tersebut masih stabil. IUCN mengelompokkan kedua jenis tersebut ke dalam kelompok least concern atau kelompok burung yang tidak terancam kepunahan. 

Terpisah, salah seorang warga Sukarela Jaya Rusdin (40), mengakui bahwa saat dia kecil masih banyak jonga yang berkeliaran di dekat kampung. Lokasi jonga biasanya berada tidak jauh dari kali Roko-roko Raya dan sangat dekat dengan jalan utama saat ini. 

Namun, di era setelah tahun 80-an, jumlahnya makin menipis dan lambat laun jonga tidak pernah ada lagi di wilayah Roko-Roko Raya.

“Dulu di dekat kali sini, masih banyak alang-alang. Jonga banyak sekali. Lambat laun mulai hilang, karena mulai ada yang buka lahan keatas ditambah ada juga yang berburu, sehingga saat ini sudah tidak ada lagi jonga di sini,” pungkas Rusdin.

Sumber: Sorot Sultra
GM Eksternal PT GKP berdialog dengan warga

Manajemen PT Gema Kreasi Perdana (GKP), angkat bicara terkait dituding melakukan penyerobotan lahan yang telah banyak beredar di Media Sosial (Medsos).

Koordinator Humas PT GKP, Marlion mengungkapkan pihaknya tidak melakukan penyerobotan lahan melainkan kegiatan pembersihan areal atau Land Clearing.

Dia menyebut, pembersihan diatas lahan tersebut merupakan area hutan Kawasan dan masuk dalam wilayah Ijin Pinjam Pakai Kawasan hutan (IPPKH) perusahaan.

“Lahan yang dibersihkan tersebut statusnya kawasan hutan. PT GKP melakukan pembersihan di lahan tersebut karena masih lingkup areal kawasan perusahaan yang telah memiliki IPPKH,” ungkapnya kepada awak media, Senin (14/8/2023).

Marlion menambahkan, terkait adanya tanaman cengkeh yang diklaim oleh warga, PT GKP telah melakukan ganti rugi berupa ganti untung tanam tumbuh.

Ganti untung tanam tumbuh ini telah diberikan langsung kepada pemilih tanaman yang sah di lokasi tersebut.

“Kita tidak ada istilahnya jual beli lahan. Karena itu Kawasan hutan dan dilarang oleh Undang-undang. Yang kita lakukan adalah ganti untung tanam tumbuh. Sebagai bentuk tali asih kita kepada warga yang sudah melakukan kegiatan bertanam di areal tersebut,” tambahnya.

Soal adanya kelompok warga yang melakukan perlawanan dan menyerang karyawan operator alat berat, Marlion menyebut itu dilakukan oleh pihak yang mengaku dan juga mengklaim sebagai pemilik lahan.

Padahal, proses ganti untung tanam telah diberikan langsung ke pemiliknya yang sah bernama Aremudin pada 9 Agustus 2023 lalu.

“Belakangan, tiba-tiba ada warga yang juga mengaku sebagai pemilik lahan tersebut yang bernama Lamiri. Sementara Aremudin dan Lamiri ini ternyata berstatus bersaudara kandung. Setelah ditelusuri, masalah belakangan yang muncul adalah masalah internal keluarga mereka. Kenapa harus perusahaan yang disalahkan. Padahal kita sudah melakukan pembayaran ganti untung tanam tumbuh”, bebernya.

Laponu yang merupakan kakak tertua dari Aremudin dan kakak Lamiri, mengatakan dirinya membenarkan jika perusahaan telah dilakukan ganti untuk oleh PT GKP sejak 2019 lalu, melalui Aremudin.

Belakangan, salah seorang adiknya yang lain, Lamiri, mengklaim bahwa lahan tersebut milik dia.

“Ya memang betul sudah dilakukan ganti untung tanam tumbuh oleh perusahaan kepada adik saya Aremudin. kemudian adik saya yang lain juga mengklaim bahwa lahan tersebut milik dia. Sebagai keluarga, kakak dari keduanya, saya akan melakukan komunikasi, musyawarah internal keluarga untuk mencari solusi dan jalan terbaik, sehingga permasalahan ini bisa segera selesai,” kata Laponu melalui Marlion.

Kronologi Warga Protes dan Rusak Alat Berat PT GKP

Sementara itu terkait perusahaan dituding melakukan intimidasi dan kekerasan juga dibantah oleh Marlion.

Menurutnya, perusahaan telah berusaha melakukan dialog dan klarifikasi kepada Masyarakat yang memprotes kegiatan land clearing tersebut.

Dialog yang coba dilakukan sekitar 1 jam menemui jalan buntu. Akhirnya pihak perusahan memilih untuk pulang. Hanya saja, saat tim perusahaan akan pulang, aksi anarkis mulai dilakukan. Karyawan dilempari tanah dan lumpur.

“Pada tanggal 10 Agustus, kami datang ke lokasi. Massa sekitar 50 orang, membawa senjata tajam, parang tombak, kayu bahkan ada juga yang membawa bensin. Karena tidak ada jalan keluar, kami memilih pulang. Saat itulah aksi anarkis mulai dilakukan”, ucapnya.

Sambung Marlion, tidak hanya berhenti di situ, massa juga mulai bergerak ke arah alat berat yang sedang beroperasi. Mereka mulai melempari alat berat dengan batu.

Dua alat berat pecah kaca dan seorang operator terkena lemparan batu, kepalanya sobek dan harus mendapatkan perawatan di klinik perusahaan. 

Tidak hanya alat berat, bus yang ditumpangi karyawan yang hendak meninggalkan lokasi, juga dipecahkan kacanya. Bahkan, seorang karyawan hamper terkena parang dan tangannya terluka terkena serpihan kaca yang pecah.

“Kami ini sebenarnya korban. Sejak awal, kami sudah diintimidasi dengan sajam yang dibawa oleh mereka. Karyawan diancam, alat berat dirusak, operator terkena lemparan batu. Jadi tidak benar kalau kami yang melakukan intimidasi dan kekerasan. Justru sebaliknya. Kami adalah korban,” sambungnya.

Sementara itu, GM Eksternal, Bambang Murtiyoso mengungkapkan, selama ini terus melakukan pendekatan persuasif dan humanis kepada Masyarakat.

Pihaknya selalu mengedepankan dialog dan musyawarah, meskipun lahan yang dilakukan pembersihan merupakan hak perusahaan, karena berada di dalam wilayah IPPKH dan juga sudah dilakukan ganti untung tanam tumbuh.

Kemudian juga telah dilakukan dialog dan diskusi dengan Lamiri dan istri yang mengklaim lahan tersebut juga dengan massa lain yang saat itu melakukan protes.

”Jadi tidak mungkin kami melakukan pembersihan atau land clearing, kalau belum dilakukan ganti untung tanam tumbuh,” ungkap Bambang Murtiyoso.

Sumber: Suara Kendari
tambang nikel

Perusahaan tambang nikel PT Gema Kreasi Perdana (GKP) hampir memasuki satu tahun fase produksi di Pulau Wawonii, Konawe Selatan. PT GKP sendiri telah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan-Operasi Produksi (IUP-OP) sejak 2019 dan Izin Pinjaman Kawasan Hutan (IPPKH) pada 2014. Namun baru mulai aktif produksi pada Agustus 2022.

Manager Strategic Communication PT GKP, Alexander Lieman menjelaskan selama 1 setengah tahun terakhir, Januari 2022-Juni 2023, total kontribusi langsung yang diberikan GKP kepada masyarakat mencapai Rp 64 miliar. Dari jumlah itu, 91% di antaranya atau sebesar Rp 58 miliar diperoleh pada saat GKP mulai aktif beroperasi pada Juli-Juni 2023.

Sedangkan untuk rata-rata kontribusi langsung yang diberikan GKP kepada masyarakat setelah perusahaan mulai produksi mencapai Rp 4,85 milyar per bulan. Nilai itu tercatat naik signifikan bila dibandingkan sebelum beroperasi yang hanya sebesar Rp 991 juta per bulan.

Menurutnya, kontribusi langsung ke masyarakat ini mencakup berbagai komponen, seperti belanja bahan pangan ke pemasok lokal, kebutuhan operasional karyawan lokal, dan penggunaan jasa lokal.

“GKP berkomitmen penuh untuk terus meningkatkan kontribusi langsung kepada masyarakat di Pulau Wawonii dan penerimaan negara, sehingga dapat memberikan multiplier effect dalam menggerakkan roda perekonomian, baik secara nasional maupun di daerah, seperti melalui penyerapan tenaga kerja lokal yang sangat dominan, serta mendorong geliat pertumbuhan usaha lokal,” kata Alexander, Kamis (20/7/2023).

Sedangkan untuk kontribusi GKP terhadap penerimaan negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pajak total mencapai Rp 123 miliar per akhir tahun 2022. Padahal, GKP sendiri baru beroperasi pada pertengahan tahun 2022.

“Kami optimistis akan terus meningkatkan kontribusi terhadap penerimaan negara, baik PNBP maupun pajak seiring dengan operasi produksi nikel,” jelas Alexander.

Di luar itu GKP juga turut mendukung pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang baru dan lebih luas. Dikatakan perusahaan ini telah membuka luas ruang kesempatan kerja, khususnya bagi masyarakat sekitar area operasi tambang.

Hingga pertengahan 2023, GKP telah merekrut kurang lebih 600 tenaga kerja Indonesia dan dominan pekerja lokal yang mencapai 416 orang atau sekitar 69%.

“Geliat munculnya lapangan kerja baru ini terlihat dari banyaknya usaha baru yang muncul, khususnya di desa-desa lingkar tambang, seperti usaha pembuatan batako, usaha kos-kosan, usaha warung-warung kecil, usaha air minum isi ulang, dan lainnya,” ungkapnya lagi.

Sumber: detik Finance