kegiatan reklamasi

Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Unit XXIII Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) meninjau langsung kegiatan reklamasi dan pengelolaan lingkungan yang tengah dilaksanakan perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Pulau Wawonii, PT Gema Kreasi Perdana (GKP) pada Ahad (26/11/23).

Kepala Bidang PDAS-RHL Dishut Prov. Sultra, La Ode Yulardhi J menjelaskan, jika PT GKP saat ini tengah memenuhi kewajibannya sebagai pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), yaitu pelaksanaan kegiatan reklamasi pasca penambangan.

Kehadiran Dishut Prov. Sultra dan KPH Unit XXIII Pulau Wawonii Kab. Konkep pun turut serta dalam memastikan mekanisme pelaksanaan kegiatan tersebut.

“Langkah-langkah yang dilakukan PT GKP saat ini sudah memenuhi kaidah-kaidah teknis dalam rangka pelaksanaan reklamasi dan pengelolaan lingkungan, baik dari aspek penataan lahan, pemilihan tanaman, penataan pengendalian air, dan melakukan penanaman langsung. Sehingga, menurut kami, PT GKP sudah melakukan perbaikan lingkungan sebagai pemegang IPPKH,” terang La Ode Yulardhi.

Lebih lanjut dia menjelaskan, pelaksanaan kegiatan reklamasi dan pengelolaan lingkungan merupakan sebuah kewajiban dan harus dilaksanakan pemegang IPPKH, dalam hal ini yang juga diimplementasikan oleh PT GKP.

“Kegiatan ini harus terus dilakukan hingga sebelum serah terima pinjam pakai dan sebelum dilakukan evaluasi. Silahkan kepada pihak PT GKP untuk terus melaksanakan kegiatan pemenuhan kewajiban reklamasi,” tegasnya.

Dinas Kehutanan Prov. Sultra dan KPH Unit XXIII Pulau Wawonii Kab. Konkep juga turut memberikan apresiasinya pada PT GKP karena telah memberikan contoh yang menjadi rujukan bagi perusahaan lainnya atas realisasi komitmen pemenuhan kewajiban pemegang IPPKH, baik itu kewajiban reklamasi dan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS), yang mana PT GKP sendiri sudah mulai melaksanakannya tahun ini.

“Kami sangat mengapresiasi dengan adanya upaya PT GKP menyelesaikan kewajibannya dalam reklamasi dan rehabilitasi DAS. Ini sudah bisa menjadi contoh bagi pemegang IPPKH lain. Harapan kami, semoga dalam 3 tahun ke depan, kegiatan rehabilitasi DAS sudah bisa kami terima. Serta, dalam 5 tahun ke depan, kegiatan reklamasi juga sudah bisa kami terima dengan baik. Tentu dengan koridor pelaksanaan kegiatan yang mengacu pada peraturan-peraturan yang berlaku di bidang kehutanan,” ujar Kepala Dinas KPH Kab. Konkep, H. Afdal Azis.

Sementara itu, Superintendent Department Environment & Forestry PT GKP, Budi Santoso mengungkapkan, jika sinergitas antara Pemerintah Daerah melalui dinas dan/atau lembaga terkait dengan perusahaan, akan menjadi faktor kunci keberhasilan pelaksanaan pengelolaan lingkungan, khususnya pada kegiatan pasca penambangan.

“Tentu ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dinas Kehutanan Prov. Sultra dan KPH Unit XXIII Pulau Wawonii yang telah meluangkan waktunya untuk bisa memberikan pandangan, serta masukan atas kegiatan yang kami lakukan. Sinergitas dengan para pemangku kepentingan, khususnya pemerintah tentu akan mempermudah kita dalam melaksanakan semua tahapan reklamasi yang sesuai dengan penerapan good mining practice,” pungkas Budi Santoso.

Sumber: Sorot Sultra
kegiatan reklamasi PT GKP

Kegiatan reklamasi dan rehabilitasi lahan yang tengah dilakukan oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP) merupakan kewajiban perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP)serta bentuk kepedulian terhadap lingkungan, Ahad, 19 November 2023.

Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Konawe Kepulauan, M. Rustam Efendi, saat melakukan kunjungan kerja ke PT GKP Jumat, 17/11/2023.

“Berdasarkan pemantauan kami di lapangan hari ini PT GKP telah melaksanakan salah satu kegiatan untuk persiapan reklamasi lahan pasca tambang,” ujar dia.

Rustam juga menjelaskan, kegiatan reklamasi dan revegetasi yang dilakukan PT GKP sudah sejalan dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.

Dalam beleid tersebut tertuang pada Pasal 107 menyebutkan, setiap perusahaan wajib melaksanakan reklamasi atau reboisasi pada kawasan hutan yang diberikan persetujuan penggunaan kawasan hutan yang sudah tidak digunakan. Maka kegiatan reklamasi harus dijalankan oleh perusahaan.

“Apa yang dilakukan oleh PT GKP ini tertuang di dalam RKAB maupun di dokumen AMDAL yang menjadi kewajiban perusahaan yang telah mendapat atau memperoleh izin pengelolaan izin tambang untuk melakukan pengelolaan lingkungan dengan ramah,” terangnya.

Lebih lanjut dia menuturkan bahwa Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Konawe Kepulauan memberikan apresiasi atas itikad baik perusahaan yang tetap berkomitmen pada pengelolaan lingkungan melalui kegiatan reklamasi dan revegetasi.

“Kami melihat perusahaan punya itikad baik untuk melaksanakan kewajibannya, dalam hal bagaimana melaksanakan pengelolaan lingkungan dengan baik,” tutup dia.

Sementara itu Humas PT GKP, Marlion,  menyampaikan bahwa kegiatan reklamasi merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sebagaimana yang diamanahkan oleh undang-undang. Sehingga, meski kegiatan produksi untuk sementara waktu terhenti, tetapi tanggung jawab kegiatan reklamasi tetap harus dilakukan.

“PT GKP merupakan perusahaan yang taat terhadap regulasi dan ketentuan. Tanggungjawab reklamasi merupakan kewajiban yang melekat dan tetap harus dilakukan dalam kondisi apapun,” pungkas Marlion.

Sebagai informasi, Revegetasi adalah proses penanaman kembali dan pembangunan kembali tanah pada lahan yang terganggu.

Sumber: Sorot Sultra
Pulau Wawonii

Kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil di Indonesia dinyatakan telah dikendalikan dan dijalankan dengan sangat baik oleh sistem pemerintahan. Maka, selama tidak ada peringatan hingga penghentian kegiatan, maka suatu perusahaan pertambangan tersebut tidak dapat dikatakan telah melakukan tindakan berbahaya, atau yang dimaksud dengan “abnormally dangerous activity” sebagaimana yang disebutkan dalam amar putusan MA.

 Hal ini disampaikan langsung oleh Ahli Teknik Pertambangan dan Perlindungan Lingkungan, Witoro Soelarno yang hadir dalam sidang lanjutan Perkara Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang melibatkan perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Konawe Kepulauan, PT Gema Kreasi Perdana (GKP) sebagai pemohon. Sidang ini digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu lalu (18/10/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.

Witoro Soelarno menjelaskan khusus untuk pertambangan, apabila kebijakan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K) “diartikan” melarang adanya kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil, maka akan berdampak negatif terhadap pemanfaatan sumber daya pertambangan dan energi yang ada di pulau-pulau kecil.

“Khusus untuk pertambangan, apabila kebijakan pada undang undang ini ‘diartikan’ melarang adanya kegiatan pertambangan di pulau pulau kecil, maka akan berdampak negatif terhadap pemanfaatan karunia Tuhan yang berupa sumber daya pertambangan dan energi, yang ada di pulau-pulau kecil. Khususnya nikel yang akan menjadi tulang punggung menuju Indonesia Maju tahun 2045,” kata Witoro

Data cadangan dan sumberdaya nikel masih terbatas diketahui pada beberapa provinsi saja. Diyakini masih sangat besar potensi yang ada dan sebagian besar ada di pulau-pulau kecil di Indonesia bagian Tengah dan Indonesia bagian Timur,” jelas Witoro di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Ketua MK, Anwar Usman.

Witoro yang dihadirkan sebagai ahli oleh PT GKP menjelaskan, bahwa pertambangan berpotensi besar menghadirkan masalah, baik masalah lingkungan maupun sosial. Untuk itu, diperlukan implementasi ketegasan dan keketatan kebijakan pemerintah terhadap pertambangan, sejak jaman kolonial Belanda hingga kini. Adapun tujuannya agar pertambangan bisa tetap dapat berjalan dan berkontribusi terhadap pembangunan.

“Dengan demikian, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf (k) UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, masih memberikan kesempatan kepada kegiatan pertambangan, selama semua ketentuan perundangan yang ditujukan untuk melindungi kelestarian fungsi lingkungan di pulau-pulau kecil tetap dapat dilakukan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” tandasnya.

Sementara itu, I Nyoman Nurjaya yang merupakan Ahli Pemohon lainnya dalam persidangan menjelaskan norma yang terkandung dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU PWP3K tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 sepanjang dimaknai tidak sebagai larangan mutlak dan definitif, tetapi sebagai norma perbolehan (toestemming) untuk kegiatan selain kepentingan yang diprioritaskan, khususnya untuk pertambangan mineral dengan syarat yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya tidak menimbulkan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.

Kandungan norma dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 281 ayat (2) UUD 1945 sepanjang dimaknai sebagai larangan mutlak, definitif dan tanpa syarat.

Nurjaya juga menyampaikan norma yang terkandung dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU PWP3K tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 281 ayat (2) UUD 1945 yang definitif, tetapi sebagai norma izin (toestemming), bagi pertambangan mineral dengan syarat apabila sepanjang dimaknai tidak sebagai larangan mutlak dan untuk kegiatan selain kepentingan yang diprioritaskan, khususnya teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya tidak menimbulkan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.

Sebelumnya, Pemohon merupakan suatu badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah yang tergolong Pulau Kecil, terdapat keterkaitan sebab akibat (causaal verband) dengan berlakunya Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU 1/2014. Pasal UU a quo ditafsirkan oleh Mahkamah Agung sebagai larangan tanpa syarat untuk melakukan kegiatan penambangan mineral di wilayah yang tergolong Pulau Kecil, padahal Pemohon telah memiliki Izin yang sah dan diterbitkan oleh instansi yang berwenang untuk melakukan penambangan nikel di wilayah tersebut. Bahkan Izin Usaha Pertambangan milik Pemohon telah mengalami beberapa kali perubahan dari Izin semula berupa Kuasa Pertambangan Nomor 26 Tahun 2007 yang terbit sebelum berlakunya UU 27/2007.

Sehingga, menurut Pemohon, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf ka UU 1/2014 bila ditafsirkan sebagai larangan terhadap kegiatan pertambangan secara mutlak tanpa syarat, maka seluruh tata ruang terhadap Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang diatur oleh Peraturan Daerah akan bertentangan dengan UU PWP3K dan harus dilakukan perubahan. Akibatnya, seluruh perusahaan yang berusaha dibidang pertambangan di wilayah-wilayah tersebut harus dihentikan pula. Tentu hal ini akan merugikan banyak perusahaan tambang, dan sama halnya dengan Pemohon, mereka telah pula melaksanakan kewajiban pembayaran kepada negara.

Sumber: Teropong Sultra
Jenderal Lapangan PMMW, Andiman, mengapresiasi surat rekomendasi yang diterbitkan DPRD Provinsi Sultra

Menindaklanjuti tuntutan ribuan warga masyarakat Wawonii yang melakukan unjuk rasa terkait investasi pertambangan di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan pada Selasa, 31/10/23. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra mengeluarkan Rekomendasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kepada Pemkab Konawe Kepulauan (Konkep), Kamis, 2 November 2023.

Ketua Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi mengatakan, rekomendasi RDTR tersebut merupakan buah dari hasil dialog antara Komisi III dengan massa yang mendatangi Kantor DPRD Sultra pada Selasa (31/10).

“Masyarakat Wawonii menghendaki agar investasi pertambangan tetap ada di Wawonii termasuk kegiatan operasional PT GKP diaktifkan kembali. Karena apa, selama ini perusahaan telah memberi banyak manfaat positif dan menyokong perekonomian masyarakat. Olehnya itu, kami membuat rekomendasi RDTR,” ujar dia.

Dalam surat rekomendasi nomor 100.2.2.1/479, disebutkan bahwa menindaklanjuti petitum yang diajukan oleh Perhimpunan Mahasiswa, Masyarakat Wawonii (PMMW) yang mendesak Pemprov Sultra untuk tetap memasukan ruang pertambangan di Kabupaten Konkep di dalam RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara.

“Surat rekomendasi yang ditandatangani oleh Ketua DPRD Sultra, Abdurrahman Saleh (ASR), DPRD Sultra merekomendasikan kepada Pemkab Konkep untuk memasukan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Konkep sebagai daerah pertambangan untuk menjadi bahan pertimbangan dan kajian dalam pembahasan revisi RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara,” ujar Suwandi Andi menambahkan.

Jenderal Lapangan PMMW, Andiman, mengapresiasi surat rekomendasi yang diterbitkan DPRD Provinsi Sultra. Menurut dia, DPRD Sultra telah memenuhi janji yang telah disepakati bersama melalui dialog terbuka antara massa dan Ketua Komisi III DPRD Sultra.

“Surat rekomendasi ini akan kami teruskan dan sampaikan kepada Pemkab Konawe Kepulauan,” ujar Andiman optimis.

Sumber: Sorot Sultra
Ribuan warga Wawonii demo Pemprov Sultra

Ribuan warga masyarakat Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan pagi ini Selasa, 31 Oktober 2023 kembali melakukan unjuk rasa di Kantor Gubernur Sultra dan Kantor DPRD Sultra menuntut Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara peduli dan turut andil langsung dalam memikirkan nasib ribuan warga yang kini kehilangan pekerjaan setelah operasional penambangan PT Gema Kreasi Perdana terhenti.

Massa yang berasal dari berbagai desa di Kabupaten Konawe Kepulauan itu merupakan mantan karyawan PT GKP yang telah bekerja kurang lebih satu tahun lamanya. “Selama satu tahun terakhir kami memiliki pendapatan yang pasti setiap bulan, sehingga bisa membantu memenuhi kebutuhan keluarga dari bekerja di tambang. Sekarang, hal itu tidak bisa lagi kami dapatkan setelah kegiatan tambang berhenti. Karena itu kami datang meminta perhatian pemerintah dan DPR untuk memikirkan nasib kami yang saat ini kehilangan pekerjaan,” kata Fadlan, salah seorang warga Wawonii yang ikut melakukan demonstrasi.

Cerita yang sama juga dituturkan Sajehan, pemilik rumah kontrakan di Roko Roko.  Menurutnya, terhentinya kegiatan operasional PT GKP di Pulau Wawonii tidak saja berdampak pada ribuan orang yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga berdampak terhadap perekonomian masyarakat sekitar tambang. Warung-warung makan yang mulai tumbuh sejak kehadiran perusahaan, rumah kontrakan, kedai kopi juga toko-toko kelontong yang tadinya bergeliat kini sepi dan pendapatan jauh menurun drastis. “Dulu, kos-kosan belum selesai dibangun, sudah banyak peminat, bahkan kami sampai menolak karena jumlah kamar yang terbatas. Sekarang, dari 10 kamar kos yang tersedia, kosong, tidak ada satupun kamar yang terisi,” keluh Sajehan. 

Tidak hanya Sajehan seorang, banyak juga warga lainnya di Rokoroko Raya yang mulai membuka usaha rumah kontrakan, kini kosong dan tidak terisi. Begitu juga dengan usaha rumah makan yang mulai bermunculan di sekitar lokasi tambang PT GKP, kini kehilangan pelanggan. Pendapatan menurun drastis hingga 80 persen. “Dulu, saya buka toko sampai tengah malam dan selalu ramai. Sekarang jam 10 malam sudah tutup. Tidak hanya saya tetapi juga pelaku lain. Terasa sekali sepi semenjak kegiatan tambang berhenti. Kami berharap kegiatan tambang ini Kembali berjalan agar perekonomian bisa kembali membaik,” ungkap Hendra, pemilik toko kelontong.

Usai melakukan demonstrasi pada 23 Oktober 2023 lalu di Kantor Bupati Konawe Kepulauan dan DPRD Kabupaten Konawe Kepulauan, massa aksi secara mandiri dan sukarela mendatangi Kantor Gubernur dan DPRD untuk menuntut Pemprov dan DPRD Sultra agar memperhatikan nasib mereka. “Dengan melihat kondisi masyarakat pasca terhentinya kegiatan operasional PT GKP, maka kami tergerak untuk meminta kepada pemerintah agar memperhatikan nasib kami. Ribuan orang kehilangan pekerjaan. Perekonomian yang mulai bertumbuh kini kembali lesu. Dan aksi ini merupakan aksi murni yang lahir dari keresahan  kami sebagai masyarakat Wawonii,” ujar Andiman, jenderal lapangan aksi demonstrasi Persatuan Mahasiswa, Masyarakat Wawonii (PMWM).

Berikut tuntutan Persatuan Mahasiswa, Masyarakat Wawonii (PMWM) sebagai berikut:

1. Mendukung investasi pertambangan dan investasi lainnya di Kabupaten Konawe Kepulauan. Dimana, kehadiran perusahaan telah membuka banyak lapangan pekerjaan.

2. Meminta Pj Gubernur Sultra dan DPR untuk mengambil langkah-langkah nyata agar PT Gema Kreasi Perdana dapat segera kembali beroperasi.

3. Mengecam tindakan beberapa oknum yang selalu mengatasnamakan masyarakat Wawonii untuk menolak hadirnya investasi pertambangan di Pulau Wawonii.

Sumber: Sorot Sultra