warga lingkar tambang mengikut pelatihan operator excavator

PT Gema Kreasi Perdana (GKP) bekerjasama dengan Balai Besar Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BBPVP) Kementerian Ketenagakerjaan RI Makassar, mengadakan pelatihan operator alat berat jenis excavator.

Kegiatan pelatihan yang dilaksanakan di lokasi PT GKP site Wawonii ini, fokus pada warga masyarakat lingkar tambang. Kegiatan kali ini berlangsung sejak tanggal 26 Agustus sampai 8 September 2024.

“Pelatihan ini akan melibatkan warga lingkar tambang usia produktif antara 18 sampai 30 tahun. Pada tahap pertama, peserta yang ikut pelatihan sebanyak 32 orang,” kata Frans da Lopez, CSR Supervisor PT GKP.

Lebih lanjut dia mengatakan, pelatihan ini adalah bagian dari Program Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat (PPM), sekaligus sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, sehingga masyarakat sekitar memiliki skill atau kemampuan dalam mengoperasikan alat berat.

Program pelatihan ini merupakan sinergi antara BBPVP (sebelumnya lebih dikenal dengan nama (Balai Latihan Kerja/BLK) dan CSR PT GKP, dalam menjalankan program dunia usaha dunia industri (DUDI).

“Dengan modal pelatihan yang didapatkan nantinya bisa memberi kesempatan mereka untuk bekerja, baik di sektor pertambangan maupun sektor lain, apakah itu di Wawonii ataupun daerah lain,” harapnya.

Jasper Chang, Deputi General Manager Produksi mengatakan, kegiatan pelatihan ini merupakan bukti komitmen perusahaan dalam melakukan pemberdayaan kepada masyarakat sekitar, melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat, termasuk pelatihan operator alat berat excavator.

“Mudah-mudahan melalui pelatihan ini, bisa menghasilkan tenaga terampil di bidang alat berat excavator dan membuka kesempatan mereka untuk bekerja baik di Wawonii ataupun di daerah lain,” ujarnya.

Kegiatan pelatihan tersebut diapresiasi Camat Wawonii Tenggara, Iskandar atas terselenggaranya kegiatan pelatihan ini. Kepada para peserta, dia berpesan agar serius dan tekun dalam mengikuti pelatihan. Sebab, kegiatan ini merupakan kesempatan bagi mereka untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian.

“Ini adalah bekal untuk kalian. Karenanya harus serius dan fokus dalam mengikuti pelatihan. Tenaga terampil dengan keahlian seperti operator alat berat, sangat dibutuhkan di berbagai bidang. Jadi jangan hanya mengejar sertifikat, tetapi harus bisa menyerap pengetahuan dengan baik dan benar,” ujarnya berpesan.

Kepala Balai Besar Pelatihan Vokasi dan Produktivitas Makassar, Dr. La Ode Haji Polondu mengatakan, kegiatan ini merupakan Tailor Made Training DUDI, sebagai upaya untuk mengasah, meningkatkan kompetensi generasi muda angkatan kerja.

Melalui kegiatan pelatihan ini, diharapkan, bisa menekan angka pengangguran dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat terutama bagi generasi muda usia produktif.

“Pelatihan ini menjadi jalan bagi generasi muda untuk bekerja. Saat ini, keahlian menjadi tuntutan utama dalam dunia usaha dan industri. Karenanya, kita mencoba meramu pola pelatihan jangka pendek untuk menjangkau jangka panjang,” ucap dia.

“Terima kasih kepada PT GKP yang sudah membangun komunikasi, koordinasi dan berkolaborasi sekaligus berbagi peran sehingga kegiatan pelatihan ini bisa terselenggara dan semoga peserta pelatihan bisa langsung bekerja baik di PT GKP sendiri maupun di tempat lain,” harapnya.

Pelatihan selama 160 jam ini, dua instruktur dari BBPVP Makassar hadir memberikan pelatihan kepada para peserta baik secara teori maupun praktek. Kegiatan pelatihan  menggunakan modul dan kurikulum dari BBPVP Makassar. Modul tersebut sudah dipergunakan di berbagai pelatihan yang sudah dilaksanakan.

Sumber: Sorot Sultra
Dialog dan musyawarah dengan masyarakat sebagai bagian dari proses pembebasan lahan

Harmonisasi hubungan PT GKP dengan masyarakat adalah salah satu kunci penting menjaga pembangunan berkelanjutan di Pulau Wawonii, Selasa (30/7). 

Untuk menjalin interaksi yang baik antara keduanya, PT GKP berkomitmen memberikan solusi terbaik, adil, transparan, dan saling menguntungkan, khususnya pada urusan pembebasan lahan.

PT Gema Kreasi Perdana (GKP) terus mengutamakan pendekatan persuasif dan humanis kepada masyarakat yang memiliki tanaman di areal lahan yang masuk dalam wilayah operasi produksi perusahaan. Langkah ini tetap dijadikan mekanisme terbaik untuk mendorong dan menjaga stabilitas kamtibmas masyarakat di Pulau Wawonii.

Prosedur ganti untung tanam tumbuh dan negosiasi secara kekeluargaan menjadi prioritas yang dilakukan oleh perusahaan sejauh ini. Sehingga, diharapkan langkah ini dapat secara efektif membina hubungan antara PT GKP dengan masyarakat, khususnya ketika dilakukan pembebasan lahan dan land clearing.

“PT GKP sangat taat hukum. Faktanya, semua ketentuan perundangan telah dipenuhi dan perusahaan berkomitmen untuk menghargai sepenuhnya kearifan lokal masyarakat di sini. Terbukti, meski berada di hutan kawasan, ganti untung tanam tumbuh tetap kami berikan sebagai bentuk tali asih kepada masyarakat yang memang berhak menerimanya,” jelas Manager External Relations PT GKP, Made Fitriansyah dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/7).

Made juga menjelaskan, semua prosedur tersebut telah dilakukan secara transparan, adil, dan menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat. Ditambah lagi, PT GKP telah mengantongi berbagai perizinan yang menguatkan operasional perusahaan, termasuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang masih aktif. Selain itu, PT GKP hingga kini juga terus berkontribusi terhadap pendapatan negara dan daerah.

“Selain IPPKH, PT GKP sangat tertib dan rutin dalam melakukan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) setiap tahun dan Provisi Sumber Daya Hutan-Dana Reboisasi (PSDH-DR) kepada pemerintah, serta telah mengantongi izin pemanfaatan ruang untuk project area kita,” tambahnya.

Hal senada juga disampaikan Camat Wawonii Tenggara, Iskandar, yang menyampaikan jika pihak perusahaan telah melakukan sosialisasi secara berkala melibatkan dinas/lembaga terkait, baik secara terpusat atau secara personal kepada masyarakat, termasuk pelaksanaan ganti untung tanam tumbuh, baik yang telah ditunaikan dan yang masih terus dilakukan ketika akan ada pembebasan lahan.

“Saya apresiasi kepada perusahaan atas tanggung jawabnya. Hal ini penting agar masyarakat dan juga pemerintah desa bisa mengetahui hak dan tanggung jawab, serta ketentuan-ketentuan lain yang terkait pemanfaatan kawasan hutan,” ujar Iskandar.

Sementara itu, pada sisi masyarakat, strategi pendekatan persuasif yang diterapkan PT GKP dirasakan telah memberikan dampak nyata. Masyarakat yang telah menerima kompensasi hasil ganti untung tanam tumbuh telah merasakan manfaatnya.

Seperti pengakuan warga Desa Sinaulu Jaya Mosolo Raya, jika sejumlah hasil kompensasi ini mampu menunjang, bahkan membantu memperbaiki kehidupan masyarakat, khususnya dari aspek ekonomi dan pendidikan.

“Seperti yang bisa dilihat, hasil ganti untung ini bisa membantu menambah modal pengembangan bisnis toko kelontong ini dan juga meringankan biaya pendidikan anak-anak saya. Banyak warga yang telah bersedia menerima ganti untung ini juga merasakan dampak yang sama,” ujar Thamrin.

Hal yang juga disampaikan warga Desa Sinaulu Jaya yang lain, Iskandar, ia menyampaikan bahwa selama ini PT GKP secara transparan dan sesuai regulasi pemerintah telah melakukan ganti untung tanam tumbuh bagi warga yang mengelola kebun/tanaman yang berada di atas lahan area operasi dengan kompensasi yang layak. Sehingga, tidak ada kerugian yang timbul bagi pihak-pihak terkait.

“Perusahaan selalu mengedepankan dialog dan musyawarah dengan masyarakat. Tidak pernah ada klaim sepihak yang dilakukan tanpa dasar pembuktian. Dalam prosesnya selalu melibatkan semua pihak secara adil, termasuk perangkat desa setempat,” jelasnya.

Sumber: Sorot Sultra
Kegiatan Penanaman Rehabilitasi DAS PT GKP

Untuk merealisasikan komitmen pengelolaan lingkungan dan upaya menjaga stabilitas ekosistem lingkungan, PT Gema Kreasi Perdana (GKP) tidak hanya melakukan kegiatan reklamasi lahan di dalam area proyek penambangan, tetapi juga melaksanakan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) di dua area yang telah ditetapkan pemerintah di luar lahan konsesi.

Kegiatan ini merupakan salah satu kewajiban bagi pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dengan luas areal yang dilakukan rehabilitasi seluas kurang lebih 744 Ha, di mana pelaksanaannya tengah dilakukan di wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) dan Kabupaten Konawe Selatan (Konsel).

Head of HSE Department PT GKP, Aladin Sianipar menerangkan pentingnya pelaksanaan kegiatan ini yang juga berjalan bersamaan saat ini dengan pelaksanaan program reklamasi PT GKP di area penambangan.

“Kewajiban bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk melaksanakan reklamasi dan revegetasi pasca kegiatan penambangan. Selain itu, setiap pemegang IPPKH juga diwajibkan untuk melakukan rehabilitasi DAS di luar areal izinnya, agar daya dukung dan daya tampung lingkungan pada wilayah DAS tersebut tidak mengalami penurunan,” terangnya.

Dirinya juga memastikan jika pelaksanaan rehabilitasi DAS ini juga memberdayakan dan melibatkan masyarakat sekitar, khususnya dalam hal perekrutan tenaga kerja lapangan, yaitu sebagai tenaga kerja penanaman dan pemeliharaan tanaman di area Nursery (pembibitan).

“Di samping mendorong kelestarian lingkungan dalam jangka panjang, program ini harus berkontribusi terhadap masyarakat di sekitar area. Pelaksanaannya harus menciptakan lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar,” jelas Aladin.

“Dan pada akhirnya, salah satu indikator keberhasilannya adalah masyarakat sekitar dapat menikmati keberhasilan tanaman yang telah tumbuh, seperti tanaman Multi Purpose Tree Species (MPTS) atau buah- buahan yang memiliki nilai ekonomis dan dapat dinikmati hasilnya setiap saat oleh masyarakat, tentu dengan mekanisme yang telah diatur oleh pemerintah setempat,” lanjutnya.

Dalam prosesnya ini, PT GKP juga berkolaborasi dengan PT Berkah Hijrah Halmahera (BHH) sebagai tim teknis pelaksanaan pekerjaan penanaman di lapangan. Sejak tahun 2023, keduanya telah terlibat dalam penyusunan Rancangan Teknis (Rantek) Penanaman Rehabilitasi DAS dan ditargetkan pelaksanaan serah terima lahan rehabilitasi DAS kepada pemerintah akan dilakukan di akhir tahun ke-3 (P2) pelaksanaan penanaman.

Sementara itu, KPH Unit XXIII Kabupaten Konkep yang sempat melakukan kunjungan lapangan dalam rangka meninjau keberlangsungan program reklamasi dan pengelolaan lingkungan di Pulau Wawonii pada tahun lalu (26/11/23), juga turut memberikan apresiasinya pada PT GKP karena telah memberikan contoh baik dan layak menjadi rujukan bagi perusahaan lainnya atas komitmennya dalam pemenuhan kewajiban pemegang IPPKH pada tahun ini.

“Kami sangat mengapresiasi dengan adanya upaya PT GKP menyelesaikan kewajibannya dalam reklamasi dan rehabilitasi DAS. Ini sudah bisa menjadi contoh bagi pemegang IPPKH lain. Harapan kami, semoga dalam 3 tahun ke depan, kegiatan rehabilitasi DAS sudah bisa kami terima. Serta, dalam 5 tahun ke depan, kegiatan reklamasi juga sudah bisa kami terima dengan baik. Tentu dengan koridor pelaksanaan kegiatan yang mengacu pada peraturan-peraturan yang berlaku di bidang kehutanan,” ujar Kepala Dinas KPH Unit XXIII Kabupaten Konkep, H. Afdal Azis.

Sumber: Potret Sultra
Karyawan PT GKP membagikan hewan kurban kepada warga desa lingkar tambang

PT Gema Kreasi Perdana (GKP) membagikan 15 ekor hewan kurban untuk warga desa lingkar tambang jelang perayaan Idul Adha 1445 Hijriah di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara (Sultra). Distribusi hewan kurban dilakukan selama dua hari, yaitu 13 dan 14 Juni 2024.

Hewan kurban berupa sapi dibagikan ke beberapa desa di tiga kecamatan di Konkep, yakni Wawonii Tengah, Wawonii Selatan, dan Wawonii Tenggara. Pembagian hewan kurban dilakukan tim eksternal PT GKP bekerja sama dengan humas dan perangkat desa setempat.

General Manager Eksternal PT GKP, Bambang Murtiyoso, mengatakan pembagian hewan kurban kepada masyarakat desa lingkar tambang merupakan kegiatan rutin setiap tahun dan sudah berlangsung sejak perusahaan hadir di Pulau Wawonii. Dia menyebut pembagian hewan merupakan bentuk komitmen dan kepedulian PT GKP kepada masyarakat.

“Bantuan hewan kurban merupakan bentuk komitmen dan kepedulian perusahaan kepada masyarakat di lingkar tambang. Masyarakat bisa merayakan momen istimewa tersebut dengan sukacita,” kata Bambang, Minggu (16/6/2024).

Manager Eksternal Relation PT GKP, Made Fitriansyah, mengungkapkan setiap tahun jumlah hewan kurban yang didistribusikan kepada masyarakat terus bertambah. Hal tersebut karena jumlah desa yang dibagikan semakin banyak.

“Hewan kurban yang dibagikan bukan hanya di wilayah ring 1, tetapi juga di ring 2 dan ring 3 wilayah kerja perusahaan,” ungkapnya.

Tahun 2024, hewan kurban yang dibagikan sebanyak 15 ekor. Sementara tahun sebelumnya berjumlah 11 ekor. Made menyebut pembagian hewan kurban merupakan salah satu agenda rutin program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan untuk bidang sosial keagamaan.

“Ini merupakan bukti komitmen perusahaan untuk ikut berpartisipasi dan terlibat dalam berbagai kegiatan sosial keagamaan dan berbagi kebahagiaan bersama masyarakat lingkar tambang,” ujarnya.

Di samping itu, pembagian hewan kurban melibatkan Dinas Pertanian Bidang Peternakan Kabupaten Konkep. Keterlibatan mereka untuk memastikan hewan kurban sehat dan layak dikonsumsi.

“Semua sapi yang didistribusikan sudah layak konsumsi karena sudah dilakukan pemeriksaan oleh dinas terkait,” imbuh Supervisor CSR PT GKP, Frans Da Lopez.

Sementara Tokoh Masyarakat Mosolo Raya, Iskandar, mengungkapkan PT GKP memiliki komitmen kuat soal tanggung jawab sosial. Hal itu dapat dilihat dari kontribusi PT GKP dalam setiap kegiatan kemasyarakatan.

“Masyarakat merasakan manfaat kehadiran PT GKP di Wawonii,” ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan Tokoh Pemuda Wawonii Selatan, Mihdar. Dia memberi apresiasi atas komitmen dan bantuan hewan kurban yang diberikan PT GKP kepada masyarakat lingkar tambang di Wawonii.

“Sejak perusahaan ini hadir, sudah banyak memberikan bantuan kepada masyarakat,” ujarnya.

Kepala Desa Sukarela Jaya, Samaga, juga menyampaikan hal serupa. Ia mengucapkan terima kasih kepada perusahaan yang terus peduli kepada masyarakat dalam setiap kegiatan sosial keagamaan.

“Alhamdulillah, terima kasih kami sampaikan, karena perusahaan terus peduli kepada masyarakat,” pungkasnya.

Sumber: Kendariinfo
Produk UMKM Binaan PT GKP dan makanan ringan asal Konawe Kepulauan

Produk UMKM binaan PT Gema Kreasi Perdana (GKP), ikut serta dalam pameran Pekan Produk Unggulan Provinsi Sulawesi Tenggara 2024. Keikutsertaan produk UMKM tersebut dimotori oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Konawe Kepulauan, Rabu, 24 April 2024.

Kegiatan pameran yang dilaksanakan di depan Tugu Religi Sultra (MTQ) Kota Kendari sejak tanggal 23-25 April 2024 tersebut merupakan salah satu cara untuk mensyiarkan produk UMKM binaan PT GKP ke pasar yang lebih luas.

“Produk UMKM binaan PT GKP sudah sering ikut serta dalam berbagai kegiatan pameran, bekerja sama dengan beberapa dinas di Kabupaten Konkep. Tahun ini, bekerjasama dengan Dinas Pariwisata dan kegiatan sebelumnya bersama KPH Wawonii,” ujar Frans Dalopez, CSR Supervisor PT Gema Kreasi Perdana.

Selain keikutsertaan melalui berbagai pameran, pasar produk UMKM binaan PT GKP juga dilakukan melalui penjualan di beberapa gerai toko Oleh-oleh dan pusat perbelanjaan di Kota Kendari.

“Sejak akhir tahun lalu, kita sudah menjalin kerjasama dengan beberapa toko Oleh-oleh di Kota Kendari. Respon pasar cukup bagus, sudah beberapa kali melakukan permintaan tambahan,” imbuhnya.

PT GKP, lanjut Frans, tidak hanya berfokus pada proses pembuatan produk dan kemasan yang bagus, tetapi juga ikut memikirkan pemasaran produk. Sehingga produk UMKM bisa masuk ke pasar yang lebih luas lagi.

“Semoga dengan keikutsertaan produk UMKM binaan PT GKP diberbagai pameran atau acara baik yang berskala lokal, provinsi atau nasional, pasarnya akan semakin luas dan bisa terus membawa manfaat yang lebih besar bagi anggota kelompok dan masyarakat,” harapnya.

Kepala Bidang Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Kabupaten Konawe Kepulauan Jumin mengatakan, produk UMKM binaan PT GKP merupakan salah satu produk andalan dari Konkep yang diikutsertakan dalam pameran HUT Sulawesi Tenggara tahun ini mewakili Kabupaten Konawe Kepulauan.

“Rasa dan kemasannya sudah sangat layak untuk masuk ke pasar yang lebih luas lagi. Dan wajar kalau menjadi salah satu produk UMKM andalan Kabupaten Konkep,” terang Jumin.

Lebih lanjut dia mengatakan, saat peninjauan oleh tim penilai dari Kementerian Ekonomi Kreatif RI dan Dinas Pariwisata Provinsi Sultra, produk UMKM binaan PT GKP salah satu produk yang dinilai bagus, baik dari sisi rasa dan kemasan.

“Rencananya, produk UMKM binaan PT GKP akan terus kita ikutkan dalam berbagai kegiatan pameran sebagai produk unggulan baik dari Konawe Kepulauan ataupun Provinsi Sultra. Produknya sudah layak masuk ke pasar nasional,” ujarnya optimis.

Sebagai informasi, ada tiga kelompok UMKM binaan. Dua UMKM untuk pengolahan jambu mete yang diberi label Samaturu dan satu kelompok memproduksi keripik kelapa dengan nama Mohawi.

Untuk produk olahan jambu mete, terdiri dari 6 rasa, yakni rasa original, pedas manis, gula aren, coklat, bawang putih dan rasa gula putih. Sedangkan untuk produk keripik kelapa, terdiri tiga rasa, yakni rasa coklat, susu dan rasa gula aren.

Sumber: Sorot Sultra
kegiatan reklamasi PT GKP

Kegiatan reklamasi dan rehabilitasi lahan yang tengah dilakukan oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP) merupakan kewajiban perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP)serta bentuk kepedulian terhadap lingkungan, Ahad, 19 November 2023.

Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Konawe Kepulauan, M. Rustam Efendi, saat melakukan kunjungan kerja ke PT GKP Jumat, 17/11/2023.

“Berdasarkan pemantauan kami di lapangan hari ini PT GKP telah melaksanakan salah satu kegiatan untuk persiapan reklamasi lahan pasca tambang,” ujar dia.

Rustam juga menjelaskan, kegiatan reklamasi dan revegetasi yang dilakukan PT GKP sudah sejalan dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.

Dalam beleid tersebut tertuang pada Pasal 107 menyebutkan, setiap perusahaan wajib melaksanakan reklamasi atau reboisasi pada kawasan hutan yang diberikan persetujuan penggunaan kawasan hutan yang sudah tidak digunakan. Maka kegiatan reklamasi harus dijalankan oleh perusahaan.

“Apa yang dilakukan oleh PT GKP ini tertuang di dalam RKAB maupun di dokumen AMDAL yang menjadi kewajiban perusahaan yang telah mendapat atau memperoleh izin pengelolaan izin tambang untuk melakukan pengelolaan lingkungan dengan ramah,” terangnya.

Lebih lanjut dia menuturkan bahwa Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Konawe Kepulauan memberikan apresiasi atas itikad baik perusahaan yang tetap berkomitmen pada pengelolaan lingkungan melalui kegiatan reklamasi dan revegetasi.

“Kami melihat perusahaan punya itikad baik untuk melaksanakan kewajibannya, dalam hal bagaimana melaksanakan pengelolaan lingkungan dengan baik,” tutup dia.

Sementara itu Humas PT GKP, Marlion,  menyampaikan bahwa kegiatan reklamasi merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sebagaimana yang diamanahkan oleh undang-undang. Sehingga, meski kegiatan produksi untuk sementara waktu terhenti, tetapi tanggung jawab kegiatan reklamasi tetap harus dilakukan.

“PT GKP merupakan perusahaan yang taat terhadap regulasi dan ketentuan. Tanggungjawab reklamasi merupakan kewajiban yang melekat dan tetap harus dilakukan dalam kondisi apapun,” pungkas Marlion.

Sebagai informasi, Revegetasi adalah proses penanaman kembali dan pembangunan kembali tanah pada lahan yang terganggu.

Sumber: Sorot Sultra
Pulau Wawonii

Kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil di Indonesia dinyatakan telah dikendalikan dan dijalankan dengan sangat baik oleh sistem pemerintahan. Maka, selama tidak ada peringatan hingga penghentian kegiatan, maka suatu perusahaan pertambangan tersebut tidak dapat dikatakan telah melakukan tindakan berbahaya, atau yang dimaksud dengan “abnormally dangerous activity” sebagaimana yang disebutkan dalam amar putusan MA.

 Hal ini disampaikan langsung oleh Ahli Teknik Pertambangan dan Perlindungan Lingkungan, Witoro Soelarno yang hadir dalam sidang lanjutan Perkara Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang melibatkan perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Konawe Kepulauan, PT Gema Kreasi Perdana (GKP) sebagai pemohon. Sidang ini digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu lalu (18/10/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.

Witoro Soelarno menjelaskan khusus untuk pertambangan, apabila kebijakan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K) “diartikan” melarang adanya kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil, maka akan berdampak negatif terhadap pemanfaatan sumber daya pertambangan dan energi yang ada di pulau-pulau kecil.

“Khusus untuk pertambangan, apabila kebijakan pada undang undang ini ‘diartikan’ melarang adanya kegiatan pertambangan di pulau pulau kecil, maka akan berdampak negatif terhadap pemanfaatan karunia Tuhan yang berupa sumber daya pertambangan dan energi, yang ada di pulau-pulau kecil. Khususnya nikel yang akan menjadi tulang punggung menuju Indonesia Maju tahun 2045,” kata Witoro

Data cadangan dan sumberdaya nikel masih terbatas diketahui pada beberapa provinsi saja. Diyakini masih sangat besar potensi yang ada dan sebagian besar ada di pulau-pulau kecil di Indonesia bagian Tengah dan Indonesia bagian Timur,” jelas Witoro di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Ketua MK, Anwar Usman.

Witoro yang dihadirkan sebagai ahli oleh PT GKP menjelaskan, bahwa pertambangan berpotensi besar menghadirkan masalah, baik masalah lingkungan maupun sosial. Untuk itu, diperlukan implementasi ketegasan dan keketatan kebijakan pemerintah terhadap pertambangan, sejak jaman kolonial Belanda hingga kini. Adapun tujuannya agar pertambangan bisa tetap dapat berjalan dan berkontribusi terhadap pembangunan.

“Dengan demikian, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf (k) UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, masih memberikan kesempatan kepada kegiatan pertambangan, selama semua ketentuan perundangan yang ditujukan untuk melindungi kelestarian fungsi lingkungan di pulau-pulau kecil tetap dapat dilakukan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” tandasnya.

Sementara itu, I Nyoman Nurjaya yang merupakan Ahli Pemohon lainnya dalam persidangan menjelaskan norma yang terkandung dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU PWP3K tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 sepanjang dimaknai tidak sebagai larangan mutlak dan definitif, tetapi sebagai norma perbolehan (toestemming) untuk kegiatan selain kepentingan yang diprioritaskan, khususnya untuk pertambangan mineral dengan syarat yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya tidak menimbulkan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.

Kandungan norma dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 281 ayat (2) UUD 1945 sepanjang dimaknai sebagai larangan mutlak, definitif dan tanpa syarat.

Nurjaya juga menyampaikan norma yang terkandung dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU PWP3K tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 281 ayat (2) UUD 1945 yang definitif, tetapi sebagai norma izin (toestemming), bagi pertambangan mineral dengan syarat apabila sepanjang dimaknai tidak sebagai larangan mutlak dan untuk kegiatan selain kepentingan yang diprioritaskan, khususnya teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya tidak menimbulkan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.

Sebelumnya, Pemohon merupakan suatu badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah yang tergolong Pulau Kecil, terdapat keterkaitan sebab akibat (causaal verband) dengan berlakunya Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU 1/2014. Pasal UU a quo ditafsirkan oleh Mahkamah Agung sebagai larangan tanpa syarat untuk melakukan kegiatan penambangan mineral di wilayah yang tergolong Pulau Kecil, padahal Pemohon telah memiliki Izin yang sah dan diterbitkan oleh instansi yang berwenang untuk melakukan penambangan nikel di wilayah tersebut. Bahkan Izin Usaha Pertambangan milik Pemohon telah mengalami beberapa kali perubahan dari Izin semula berupa Kuasa Pertambangan Nomor 26 Tahun 2007 yang terbit sebelum berlakunya UU 27/2007.

Sehingga, menurut Pemohon, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf ka UU 1/2014 bila ditafsirkan sebagai larangan terhadap kegiatan pertambangan secara mutlak tanpa syarat, maka seluruh tata ruang terhadap Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang diatur oleh Peraturan Daerah akan bertentangan dengan UU PWP3K dan harus dilakukan perubahan. Akibatnya, seluruh perusahaan yang berusaha dibidang pertambangan di wilayah-wilayah tersebut harus dihentikan pula. Tentu hal ini akan merugikan banyak perusahaan tambang, dan sama halnya dengan Pemohon, mereka telah pula melaksanakan kewajiban pembayaran kepada negara.

Sumber: Teropong Sultra
Muhammad Rustam Arifin

“Sejauh ini hasil pelaporan dan pemantauan di lapangan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Konkep belum ada kesan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas usaha pertambangan di Pulau Wawonii,” ujar Kadis DLH Konkep, Muh Rustam Arifin menegaskan, Kamis (31/8).

Dijelaskannya, berdasarkan pemantauan dan penelaahan hasil laporan setiap semester baik secara administrasi maupun teknis, kondisi di lapangan belum menimbulkan kerusakan lingkungan.

“Kalau ada indikasi terjadi kerusakan lingkungan, maka fungsi DLH Konkep untuk melakukan pembinaan di lapangan. Namun, selama lebih kurang dua tahun terakhir dirinya sudah mendapatkan 3 kali laporan semester penaatan lingkungan juga pantauan secara langsung semuanya masih berjalan dengan baik,” jelasnya.

“Kita berharap, kondisi seperti itu tetap dipertahankan. Walaupun ada isu-isu yang menyudutkan, maka akan terjawab sendiri dengan kondisi yang sesungguhnya berdasarkan fakta di lapangan,” jelasnya menegaskan.

Dia menerangkan, terkait isu pemberitaan di media yang menyebutkan bahwa beberapa hewan khas Pulau Wawonii terancam punah akibat aktivitas pertambangan tidak benar adanya.

“Ada beberapa hewan yang memang pernah ada seperti burung Monde atau semacam Maleo yang pernah hidup di Pulau Wawonii pada era 70 dan 80-an, burung-burung tersebut memang ada. Akan tetapi memasuki era 90-an burung-burung tersebut sudah tidak pernah terlihat lagi. Salah satu penyebabnya adalah adanya pertumbuhan penduduk dan juga pembukaan lahan sejak era 70-an, penyebaran permukiman penduduk juga semakin intens, terutama di daerah-daerah pantai,” ujar pria berusia 54 tahun yang lahir dan besar di Wawonii ini.

Dari hasil pemantauan rona awal yang dilakukan pada 2021, beberapa jenis kupu-kupu dan capung yang dijumpai masuk dalam kategori yang tidak terancam (least concern dan not evaluated). Kategori tersebut, sesuai dengan status konservasi yang dikeluarkan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Kemudian juga untuk mamalia, dari hasil studi tersebut, ditemukan kelelawar dan babi hutan. Kedua mamalia tersebut, populasinya mengalami penurunan dan masuk dalam status hampir terancam (near threatened). Namun, untuk kasus babi hutan, hal tersebut, lebih karena adanya perburuan yang lumayan tinggi di wilayah Roko-Roko Raya atau Wawonii jauh sebelum adanya aktivitas pertambangan.

Untuk jenis burung yang dilindungi, ditemukan ada dua jenis burung yang dilindungi di wilayah Wawonii Tenggara yakni elang ular Sulawesi dan serindit Sulawesi. Secara global, kedua jenis burung tersebut masih stabil. IUCN mengelompokkan kedua jenis tersebut ke dalam kelompok least concern atau kelompok burung yang tidak terancam kepunahan. 

Terpisah, salah seorang warga Sukarela Jaya Rusdin (40), mengakui bahwa saat dia kecil masih banyak jonga yang berkeliaran di dekat kampung. Lokasi jonga biasanya berada tidak jauh dari kali Roko-roko Raya dan sangat dekat dengan jalan utama saat ini. 

Namun, di era setelah tahun 80-an, jumlahnya makin menipis dan lambat laun jonga tidak pernah ada lagi di wilayah Roko-Roko Raya.

“Dulu di dekat kali sini, masih banyak alang-alang. Jonga banyak sekali. Lambat laun mulai hilang, karena mulai ada yang buka lahan keatas ditambah ada juga yang berburu, sehingga saat ini sudah tidak ada lagi jonga di sini,” pungkas Rusdin.

Sumber: Sorot Sultra
ESDM meninjau lokasi pertambangan PT GKP

Dugaan pencemaran lingkungan yang terjadi di PT GKP mengundang perhatian banyak pemangku kepentingan. Salah satunya dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Menyikapi hal tersebut baru-baru ini ESDM bersama Inspektur Tambang melakukan kunjungan khusus dan meeting bersama dengan PT GKP untuk melihat keadaan di lapangan.

Dalam kunjungan tersebut, ESDM memberi apresiasi atas kegiatan pertambangan yang dilakukan PT GKP. Setelah melakukan pengecekan lokasi baik itu ke disposal sampai ke sungai Keu Mohalo dan Sungai Rokoroko. Kunjungan tersebut terkait kekeruhan dan layaknya air untuk dikonsumsi.

Berdasarkan hasil pantauan dan laporan yang dikirim oleh LSM, betul terjadi kekeruhan, tetapi tidak sepenuhnya seperti tuduhan. Pada kenyataannya, GKP sudah melakukan berbagai upaya untuk menangani permasalahan air keruh seperti, pendistribusian air bersih melalui water truck, juga sumur bor.

Juga pencarian sumber (mata air) alternatif juga terus dilakukan. Perusahaan juga melakukan berbagai upaya perbaikan, penampung air di lokasi tambang, sudah diperbesar untuk mengurangi risiko air limpasan masuk ke sumber mata air.

Secara umum, kondisi di Wawonii, saat musim hujan, kondisi air selalu keruh. Perusahaan juga sudah merekrut warga lokal sebagai tenaga kerja. Mayoritas tenaga kerja yang saat ini bekerja di perusahaan adalah warga lokal.

PT GKP diharapkan terus menjaga komunikasi dengan semua pihak. Kalaupun ada kritikan atau sorotan dari berbagai pihak, harus ditanggapi positif dan menganggap sebagai kritikan membangun.

“Banyak tuduhan pencemaran lingkungan yang masuk ke kami, kami pikir mungkin perusahaan ini tidak mempunyai IPAL untuk proses air limpahan. Tapi saat kami cek, ternyata sudah ada. Kami melihat perusahaan ini sudah taat dan sangat baik. Sudah memenuhi kaidah good mining practice,” ucap Drs Joko Suharyadi, selaku Inspektur V ESDM.

“Kita apresiasi langkah cepat yang dilakukan perusahaan, untuk mengatasi air keruh yang dialami warga. Sehingga warga masih bisa terus mendapatkan sumber air bersih,” tambah Joko Suharyadi.

Hal senada juga disampaikan Kabiro Hukum Setprov, Syafril. Menurut dia, hal-hal baik yang sudah dilakukan GKP dalam pengelolaan pertambangan, harus ditularkan kepada perusahaan-perusahaan tambang lainnya, sehingga aktivitas pertambangan di Sulawesi Tenggara, bisa tertata dengan baik.

Namun tidak bisa dipungkiri bahwa aktivitas pertambangan dan industri ekstraktif pada umumnya, sudah pasti mengubah bentang alam yang sudah ada sebelumnya. Tetapi kalau dikelola dengan baik, maka dampak kerusakannya pun bisa diminimalisir.

“Pengelolaan tambang sangatlah penting. Karena mau bagaimanapun, kegiatan tambang itu pasti mengubah bentang alam. Kita menggali apa yang ada di dalam perut bumi, tentunya pasti ada perubahan. Nah, yang membedakan tambang yang baik dan bertanggung jawab adalah bagaimana caranya mereka meminimalisasi kerusakan dan bagaimana mereka mengembalikan area yang dibuka agar jadi lebih baik dan produktif,” jelas dia.

Sejauh ini, GKP telah memberikan bantuan berupa pembersihan tangki-tangki air masyarakat, mendistribusikan air bersih ke rumah-rumah warga menggunakan truk air, khususnya di dua desa yang mengalami kekeruhan, yakni Sukarela Jaya dan Dompo-dompo Jaya. Begitu juga upaya pengadaan sumber air melalui sumur bor, untuk dijadikan alternatif dari mata air Lagumba yang juga mengalami hal yang sama.

“Kami terus bekerja 7 hari 24 jam untuk memastikan tambang itu aman dan juga memastikan kekeruhan air di desa ini bisa secepatnya kami bantu. Agar teman-teman kami di desa juga bisa terus mendapatkan air bersih mereka untuk kehidupan sehari-hari,” tegas Sutanto, selaku SPT Environment GKP.

Sumber: Kumparan
air bersih dialirkan melalui sumur bor

Kabar bahagia datang dari Roko-Roko Raya, sebuah desa di Wawonii Tenggara, yang selama ini mengalami masalah dengan kualitas air bersih. Meskipun beberapa waktu belakangan ini terdapat laporan tentang pencemaran air bersih di daerah tersebut, kini masyarakat dapat bernapas lega karena masalah tersebut telah ditangani dengan sigap oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP), perusahaan tambang nikel yang beroperasi di wilayah tersebut.

Beberapa waktu lalu, air bersih di Roko-Roko Raya dikabarkan keruh, dan spekulasi muncul bahwa pencemaran tersebut disebabkan oleh aktivitas tambang nikel yang dilakukan oleh PT GKP. Namun, setelah dilakukan investigasi lebih lanjut, ternyata keruhnya air bersih tersebut lebih disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Lapisan tanah permukaan terbawa oleh limpasan air hujan ke sumber mata air, sehingga menyebabkan kekeruhan pada air yang dikonsumsi oleh masyarakat.

Rivaldi Mekel, seorang Environmental Supervisor dari PT GKP, menjelaskan bahwa hasil pantauan terhadap Total Suspended Solid (TSS) atau padatan yang terlarut dalam air menunjukkan bahwa kualitas air di sumber mata air masih berada di bawah ambang batas aturan yang berlaku. Hasil pantauan pada Senin, 29 Mei 2023, menunjukkan bahwa TSS di sumber mata air hanya sebesar 18 miligram per liter, sedangkan ambang batas atas yang diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 adalah 50 miligram per liter. Oleh karena itu, kualitas air di sumber mata air tersebut masih sesuai dengan aturan yang berlaku.

Marlion, Koordinator Humas PT GKP, menjelaskan bahwa di Wawonii, bulan Mei hingga Agustus merupakan musim hujan dengan curah hujan yang tinggi. Selama musim hujan, limpasan air yang tinggi membawa berbagai lapisan tanah permukaan dan menyebabkan kekeruhan pada beberapa sungai di daerah tersebut. Kondisi tersebut juga berdampak pada sumber mata air yang selama ini digunakan oleh masyarakat.

Namun, PT GKP telah melakukan berbagai upaya untuk menangani masalah ini. Mereka melakukan pemulihan sumber air, pembersihan bak penampungan air warga, dan juga melakukan penggalian sumur bor sebagai sumber mata air alternatif. Dua sumur bor yang dibangun di Desa Sukarela Jaya dan Dompo-Dompo Jaya telah selesai dan berhasil memproduksi air bersih. Meskipun begitu, sumur bor tersebut tetap difungsikan sebagai alternatif apabila sumber mata air utama mengalami kekeruhan.

Subandri, Imam Desa Sukarela Jaya, mengucapkan terima kasih atas upaya yang telah dilakukan oleh PT GKP dalam mengatasi masalah air bersih yang dialami oleh warga. Ia juga mengungkapkan rasa syukur karena adanya sumur bor sebagai alternatif sumber air bersih. Dengan demikian, masyarakat Roko-Roko Raya kini memiliki beberapa opsi untuk memperoleh air bersih.

Masalah pencemaran air bersih di Roko-Roko Raya akhirnya terselesaikan dengan baik berkat respon cepat dan upaya nyata yang dilakukan oleh PT GKP. Kualitas air bersih yang masih sesuai dengan aturan yang berlaku memberikan kelegaan bagi masyarakat, sementara sumur bor sebagai sumber air alternatif menjadi solusi yang memberikan kepastian akan pasokan air bersih di masa depan. Semoga keberhasilan ini dapat menjadi contoh bagi perusahaan-perusahaan lain untuk turut bertanggung jawab terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. 

Sumber: Sultra Perdetik